Menengok Kreativitas Siswa dalam Lomba Mading Muharram SMAN 1 Pamekasan

Ada yang Dihiasi Miniatuar Masjid, Dibaca Sambil Diskusi
Ajang adu kreativitas di SMAN 1 Pamekasan, memunculkan nuansa yang berbeda. Mading yang biasanya hanya ditempel di dinding, siswa membuatnya lebih inovatif. Bahkan, di mading edisi khusus 1 Muharram 1428 Hijjriyah, siswa melengkapi media mereka dengan miniatur masjid dan ka’bah. Mengapa?

Auditorium SMAN 1 Pamekasan di hari libur kemarin, tidak memberi kesan laiknya hari libur. Sebab, civitas sekolah tetap masuk mengisi kegiatan sekolah dengan aktif fakultatif. Di gedung pertemuan ini, puluhan mading terpampang menarik pengunjung mendekat. Pasalnya, setiap mading memiliki keunikan tersendiri. Ada yang dilengkapi balon, bunga-bunga plastik, kaligrafi, miniatur masjid hingga miniatur ka’bahnya sekalian. Tampilan warna-warni mading ini, ingin memberi kesan pada pembaca agar tidak hanya menerima pesan yang bersifat informatif saja. Tetapi, ada nuansa edukatif dan rekreatif sebagaimana peran media di tengah pembacanya.

Melengkapi lomba muharraman ini, di SMAN 1 juga menyajikan lomba pidato, salat berjamaah, azan, qiraah tartila, baca puisi, dan musik religius. Ini semua, disajikan agar 1 muharram sebagai tahun baru Islam, tidak kehilangan ruh religius. Termasuk, pengunjung yang hadir, mengenakan busana muslim. Lagu-lagu yang dinyanyikan pun, bernada religius. Para siswa menembangkan salawat dan bernyanyi religius yang disarikan dari lagu-lagu bimbo yang bernafas keagamaan. Bahkan, pidato refleksi tahun baru, disampaikan siswi terbaik sekolah ini. Para guru dalam momen efektif-fakultatif yang merangkai muharraman ini, bertindak sebagai fasilitator.

Kepala Sekolah SMAN 1 Pamekasan Djoko Supratiknjo dalam amanatnya meminta pelajar memurnikan niat dalam menapaki tahun baru. 1 Muharram sebagai awal tahun, diakui Djoko telah diawali dengan baik. Setidak-tidaknya, kata dia, bersilaturahim antarcivitas sekolah di hari libur nasional. Kerelaan berkumpul bersama untuk memulai hidup di awal tahun baru yang bernilai ibadah, diyakini Djoko akan mendatangkan manfaat. Muharraman ini, kata Djoko, patut dilestarikan setelah dua tahun lalu siswa memulai kegiatan religius ini. "Selain silaturahim, pertemuan ini kami yakini barokah," ujarnya.

Djoko mengaku salut dengan inovasi dan kreativitas siswa. Terutama, dalam berimprovisasi dalam menciptakan mading yang diakui cukup kreatif. Selain itu, dia pantas memberi apresiasi terhadap siswa yang telah tampil dengan baik. Terutama, menyangkut kegiatan lomba azan, salat berjamaah, qiraah tartila, salawat, puisi dan mading yang warna-warni. Tetapi, dia berpesan agar kreativitas itu tidak saja hidup karena ada hari besar nasional.

Tetapi, inovasi diharapkan terus bergulir sepanjang usia produktif siswa. Pria Njawani ini menambahkan, apresiasi serupa pantas diberikan kepada siswa yang telah memanfaatkan TI (teknologi informasi) sebagai pustaka baru dalam menunjang pembelajaran. Untuk ini, katanya, sekolah diakui Djoko telah memberikan fasilitas berupa ruang TI yang dapat dimanfaatkan siswa terkait dengan inetrnet dan ruang pembelajaran lainnya. "Kami hanya bertindak sebagai fasilitator, selebihnya tergantung kesungguhan para siswa," pungkasnya didampingi para guru di SMAN 1 Pamekasan. (ABRARI)

Sumber: Jawa Pos, Minggu, 21 Jan 2007

KPUD Minta Dana Pilkada Rp 13 M

Pamekasan - Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Pamekasan memperkirakan dana yang akan dibutuhkan untuk pemilihan kepala aderah (Pilkada) awal tahun 2008 mendatang mencapai Rp 13 miliar. Jumlah itu tak termasuk kebutuhan dana pengamanan.

Perkiraan kebutuhan dana itu sudah dipersentasikan KPUD Pamekasan dihadapan bupati dan pimpinan DPRD. “Itu perkiraan sementara, belum final, yang pasti bisa berkembang dari angka itu. Karena untuk memastikan berapa kira-kira kebutuhan dana kita, ada sejumlah hal yang belum kita bisa lakukan sekarang. Kami sudah sampaikan hal ini dalam presentasi dengan Pemkab pada 16 Januari lalu,” kata Achmad Mukhlisin SH, anggota KPU Pamekasan, saat ditemui di sekretariat KPUD Pamekasan, Jl. Brawijaya 34, Kamis (25/1).

Dijelaskannya, penetapan kebutuhan dana Pilkada setidaknya harus berdasarkan dua pijakan, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 21/2005 dan SK bupati kepala daerah tentang harga standar barang dan jasa operasional.

Menurut dia, dalam Permendagri ada format dan item kebutuhan, sedangkan SK bupati itu hingga kini masih belum ada. Yang ada sekarang masih berupa keputusan bupati tentang harga barang dan bahan mentah saja. Sehingga tidak bisa dijadikan acuan, karena acuan yang pasti SK Bupati tentang harga barang dan jasa yang baku.

”Maka hingga kini angka yang kami sampaikan berupa angka sementra yang didasarkan pada keputusan bupati tentang harga bahan mentah tadi,” jelasnya.

Alumnus Fakultas Hukum Unijoyo Bangkalan yang di KPUD Pamekasan membidangi masalah Hukum Advokasi dan Kampanye ini, mengatakan, Pemkab berterima kasih dan responsif terhadap materi presentasi yang disampaikan KPUD.

Lebih jauh dia menegaskan, pelaksanan Pilkada Pamekasan diperkirakan berlangsung 20 Maret 2008, satu bulan sebelum berakhirnya masa jabatan bupati Pamekasan yakni pada 20 April 2008. Dia mengaku hingga kini belum tahu pasti berapa jumlah pemilih dalam Pilkada mendatang. Karena hal itu masih dalam proses. Yang pasti, jumlahnya lebih banyak dibandingkan jumlah Pilpres tahap kedua lalu berjumlah 550.553 orang. (mas)

Sumber: Surabaya Post, 25/01/07

Konser Ungu Didemo

Pamekasan - Konser Ungu East Java Tour 2007 yang digelar di lapangan Soenarto Hadiwijoyo, Jl Stadion, Pamekasan, Selasa (23/1), diwarnai unjuk rasa.

Siang hari, sebelum konser digelar, puluhan aktivis pemuda yang mengatasnamakan Forum Pemuda Peduli Pamekasan (F-PPP) demo di areal monument Arek Lancor, Pamekasan. Mereka menolak kehadiran band yang dikomandani Pasha. Menggelar spanduk 3x1 meter bertuliskan Tolak Ungu, Tak Ingin Tragedi Pekalongan Terulang para demonstran membagikan selebaran pernyataan sikap kepada para pengendara.

Korlap demo Miftahuddin Hasan mengatakan kehadiran Ungu merupakan kebanggaan bagi warga Madura yang haus hiburan. Tetapi, saat ini kondisi masih belum memungkinkan untuk menerima Ungu. "Masih ingat di benak kita, penampilan Ungu di Pekalongan merengut 10 jiwa penggemarnya lantaran berdesak-desakan," ujar Miftahuddin, dengan suara lantang via megaphone. Miftahuddin meminta Pemkab dan Polres Pamekasan membatalkan izin yang telah diberikan kepada event organiser (EO).

Rofi`ie Hasnan, penyelenggara acara, menyatakan telah menyerahkan keamanan konser kepada pihak EO dan aparat Polres. "Saya kira lapangan Soenarto akan mampu menampung lebih dari 20.000 penonton. Semoga tidak terjadi apa-apa," ungkapnya. (st30)

Sumber: Surya, 23/01/07

Bupati Lestarikan Nilai Sejarah Bangkalan

Bangkalan – Surabaya Post

Bupati Bangkalan RKH Fuad Amin mengatakan peringatan haul Raden Pratanu atau Panembahan Kiai Lemah Duwur, untuk mengenang kembali perjalanan sejarahnya. Nilai – nilai perjuangan yang dilakukan dia patut dilestarikan dan dijadikan tauladan pada kehidupan sekarang.

Hal ini disampaikan pada haul Pratanu (Panembahan Kiai Lemah Duwur) di makam agung kecamatan Arosbaya. ”Melalui momentum peringatan ini, saya berharap agar seluruh komponen pembangunan yang ada di Bangkalan, khususnya dengan dukungan para tokoh ulama dan tokoh masyarakat agar meningkatkan persatuan dalam melanjutkan perjuangan beliau. Untuk selalu menjaga dan melestarikan nilai – nilai sejarah di Bangkalan,” katanya, Minggu (21/1) siang.

Keberadaan objek wisata ziarah yang ada di Bangkalan, lanjut dia, merupakan tanggungjawab kita bersama. Untuk mengangkat serta mempromosikan adat dan budaya Madura.

Dalam mengenang tokoh-tokoh Islam yang telah berjuang menyebarkan agama Islam di Madura. ”Untuk itu ke depan saya berharap agar kegiatan seperti ini akan tetap ada dan berlangsung rutin. Dengan dikemas tetap memperhatikan unsur religi dan wisata,” harapnya.

Raden Pratanu, katanya, putra Kiai Pragalbo atau pangeran Plakaran. Keturuan kedua Kiai Demung yang memerintah kerajaan Plakaran. Sejalan perubahan peta kekuasaan dan politik kerajaan-kerajaan di Jawa, yang ditandai dengan runtuhnya kerajaan Majapahit atas kerajaan Islam Demak, maka kerajaan Plakaran mengalami transformasi nilai-nilai keagamaan.

Raden Pratanu mulai masuk Islam tahun 1527 Masehi atau 3 tahun sebelum dia naik tahta kerajaan. “Titik tolak inilah merupakan episode makin kuatnya agama Islam masuk Madura. Beliau secara gigih mengembangkan kerajaan Arosbaya. Peningkatan kegiatan bidang perdagangan melalui perhubungan laut. Bidang politik kerajaan Arosbaya terus memperluas pengaruh Islam ke kerajaan Sampang dan Blega, hingga ke seluruh Pulau Madura,” terang bupati.

Pada kesempatan itu Bupati Fuad Amin dan Ny Siti Masnuri Fuad memberikan santunan kepada anak yatim dan orang kurang mampu. (kas)

Sumber: Surabaya Post, 22/01/07

Provinsi Madura Cuma Wacana

Suara miring terhadap rencana pembentukan Provinsi Madura kembali muncul. Anggota FPAN DPRD Jatim asal Madura Ahmad Ruba'ie menegaskan, rencana itu hanya asyik dibicarakan elite asal Madura di seminar-seminar dan media massa;kenyataannya, warga Madura sendiri belum merasa perlu mewujudkan Madura sebagai provinsi.

Kemauan politik warga Madura untuk mendirikan satu provinsi sama sekali belum ada. "Itu hanya sebatas cita-cita dan wacana di seminar-seminar saja," sindir Ruba'ie melalui Surya, Rabu (17/1), di Surabaya.

Pernyataan ini bukan tanpa dasar melainkan hasil pemantauan, dan komunikasi politisi kelahiran Sampang tersebut dengan warga atau tokoh masyarakat setempat di Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Temuan sementara, belum ada aspirasi konkret yang menjadi agenda kegiatan politik kelompok-kelompok masyarakat.

"Indikatornya, sampai sekarang belum pernah ada aspirasi masyarakat yang disampaikan ke DPRD di empat kabupaten di Madura itu. Bagaimana mungkin mimpi Provinsi Madura jadi nyata kalau kerja politik tidak dilakukan," sergahnya.

Dalam perspektif politik, kata Ruba'ie, pembentukan suatu wilayah diawali munculnya kemauan politik warga setempat dalam wujud aspirasi-aspirasi. Seluruh aspirasi kemudian dibawa ke DPRD --representasi lembaga politik-- untuk dievaluasi dalam suatu komisi, dan hasilnya diuji rapat paripurna DPRD.

"Kalau paripurna DPRD menyetujui dan merekomendasi gagasan itu, maka modal politik itu bisa diajukan ke tingkat lebih tinggi, DPRD provinsi, gubernur, bahkan ke DPR RI," katanya sambil minta para penggagas Provinsi Madura memikirkan modal infrastuktur seperti perkantoran bagi kelengkapan suatu provinsi.

Seperti diberitakan, setelah agak lama tenggelam, wacana tentang pembentukan Provinsi Madura muncul lagi, bahkan sejumlah tokoh sudah membentuk Tim Sembilan Persiapan Pendirian Provinsi Madura. Namun, wacana itu masih memunculkan pro-kontra.

Tak Memahami

Menanggapi Ruba'ie, Achmad Zaini --salah satu tokoh Madura anggota Tim Sembilan Persiapan Pendirian Provinsi Madura-- balik menuding Ruba'ie hanya asal bicara, dan tak memahami rencana pembentukan Provinsi Madura. Dia mengklaim, banyak tokoh, termasuk para ulama Madura, sudah melakukan pendekatan dengan anggota maupun Ketua DPRD empat kabupaten di Madura. Apalagi, katanya, gagasan itu muncul dari masyarakat dan berbagai tokoh Madura seperti Didik J Rachbini (FPAN DPR RI) dan Ali Badri.

"Para tokoh dan kiai sudah berkomunikasi dengan DPRD," tegas Zaini, yang juga Ketua Umum Forum Intelektual Indonesia.

Pernyataan serupa disampaikan Ali Badri, tokoh Madura yang juga anggota Tim Sembilan. Menurutnya, Ruba'ie tak mengetahui keinginan masyarakat Madura, dan asal ngomong. Ide itu, lanjutnya, bermula dari masyarakat kemudian dibicarakan dengan tokoh dan ulama Madura. "Kami sudah tahu mekanismenya," tegas Ali Badri. "Kami terlebih dahulu akan melakukan pemekaran wilayah --Kabupaten Sumenep menjadi Kabupaten Kepulauan Sumenep dan Kabupaten Sumenep, Kabupaten Pamekasan dimekarkan menjadi Kota Pamekasan dan Kabupaten Pamekasan. Jadim jumlahnya ada enam kabupaten/kota, sedangkan syarat membentuk provinsi minimal lima kabupaten," sambungnya. (ton/jho)

Sumber: Surya, 18 Januari 2007

Berkah Gas Belum Menetes

Oleh: Rivai, Sumenep

Pertengahan Januari lalu Pulau Pagerungan Besar mendadak menjadi terkenal. Hal itu menyusul unjuk rasa ribuan warga yang berujung pada pendudukan base camp produksi PT Energy Mega Persada (EMP) Kangean Ltd. Dampak dari pendudukan itu produksi gas diliburkan selama tiga hari karena karyawannya mengungsi. Berikut liputannya.

Pulau Pagerungan Besar sekilas tidak memperlihatkan keistimewaannya. Pulau itu tidak jauh berbeda dengan beberapa pulau yang ada di sekitarnya. Deretan pohon kelapa yang diselingi pohon-pohon pisang tampak mendominasi jenis tanaman di pulau yang memiliki jumlah penduduk sekitar 4.500 jiwa itu.

Pulau Pagerungan Besar berada di antara gugusan Kepulauan Kangean, Kabupaten Sumenep. Pulau ini tidak termasuk dalam daftar tujuan wisata sebagaimana Pulau Madura yang terletak di bagian bagian baratnya. Meski secara administratif pulau ini masuk Kabupaten Sumenep, namun letak geografis Pulau Pagerungan Besar justru lebih dekat dengan Pulau Bali yang berjarak hanya 60 mil. Dari catatan sejarah, Pulau Pagerungan baru dikenal dan dihuni penduduk sejak awal 1910-an.

Namun kini Pulau Pagerungan telah terukir dalam sejarah perminyakan di Indonesia sebagai daerah penghasil gas alam. Hingga kini telah banyak perusahaan migas baik dalam maupun luar negeri melakukan eksplorasi di kawasan pulau itu.

Bahkan beberapa blok telah selesai dilakukan drilling atau pengeboran. Perusahaan yang telah mengeruk hasil bumi Pulau Pagerungan Besar yakni Arbani (Arco Bali North Indonesia), Medco, Amoco, Beyond Petrolium (BP) serta PT Energy Mega Persada (EMP) Kangean Ltd.

Arco mulai melakukan pengeboran tahun 1982, pertamakali di Blok Terang 1, Blok Sakala 1, Blok Igangan 1. Pada 1985 Arco melanjutkan pengeboran di Blok Pagerungan 1, 2, 3, 4, dan 5. Pada bulan Februari 1988, Arco melanjutkan pengeboran di Blok Kangean dan di tempat itu ditemukan cadangan gas.

Secara berkelanjutan, pada 1993, Arco menemukan cadangan gas di Blok Kangean Barat 2 dan 3. Disusul kemudian cadangan gas baru di Blok Sirasun 1, Blok Apprasial atau Sirasun 2. Kemudian pada 2005 perusahaan yang telah berganti posisi ke EMP Kangean Ltd dalam uji seismik 3 dimensi di daerah Blok Terang - Sirasun dan Batur telah ditemukan kandungan gas.

Dalam perjalanan sejarahnya, pengelolaan perusahaan gas di Pagerungan Besar telah berkali-kali ganti posisi. Semula Blok Kangean dikelola oleh Arco Bali North Indonesia pada 1980. Kedian 1982 perusahaan ini melepas 40 persen sahamnya pada Beyond Petrolium (BP) dan pada 1998 telah diambil alih pengolahannya oleh BP.

Pada tahun yang sama BP membuka kerjasama dengan Amoco Ltd, yang kemudian melebur menjadi BP - Amoco. Pada tahun 2000 BP - Amoco telah bergabung dengan Arco Ltd. Sehingga pada tahun itu perusahaan migas yang terletak di Pulau Pagerungan telah berganti nama menjadi BP Kangean Ltd.

Pada tahun 2004, tepatnya di bulan Agustus BP Kangean Ltd menjual perusahaannya kepada Energy Mega Persada (EMP) Kangean Limited. Berdasarkan kontrak sebelumnya semasa dipegang Arco kegiatan itu akan berakhir 2010. Namun pasca pembelian PT EMP Kangean Ltd, kontrak diperpanjang hingga 2030.

Dalam catatan Surya, Pulau Pagerungan Besar memproduksi gas alam awalnya sebesar 175 MSCF (million standard cubic feet) per hari yang disalurkan melalui pipa bawah laut 28 inci sepanjang 450 KM menuju Porong (sebagai home base). Dari home base ini kebutuhan gas alam dipasok untuk memenuhi kebutuhan di Petrokimia, Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT PJB Unit Pembangkit Listrik. Sedangkan nilai produksi total Indonesia share (bruto) $ 83.558.000 atau sekitar Rp 781.267.300.000 (tahun 2004).

Masyarakat Jadi Penonton

Melihat hasil produksi yang melimpah, selintas tergambar kemewahan yang diraup Kabupaten Sumenep dari hasil produksi itu. Namun kenyataannya, masyarakat masih jauh dari kesan sebagai daerah penghasil miliaran dolar.

Apalagi sebagian masyarakat masih terkungkung di bawah garis kemiskinan dan sarana
peningkatan pembangunan masih tidak memadai. "Kondisi ini tak pernah dipikirkan perusahaan dan Pemkab Sumenep. Masyarakat dibiarkan menjadi penonton, walaupun tanah tumpah darahnya terus dikeruk," ujar Azis Salim Syabibie, Ketua LSM Kepulauan Bersatu.

Menurutnya, kendati ada pembangunan gedung olahraga, sekolah dasar, masjid, penampungan air, rumah kepala sekolah, pabrik es, yang dipandang sebagai kompensasi kepada masyarakat. Kondisi itu dirasa kurang tepat, sebab program comunnity development (condev) yang dikucurkan secara berkala sejak 2000 hingga sekarang tidak pernah dinikmati masyarakat.

"Katanya nominalnya sudah mencapai Rp 23 miliar, namun yang telah dinikmati masyarakat tidak lebih dari Rp 300 juta. Lalu kemana sisanya," tanya Azis Salim.

Dikatakan, pembangunan beberapa gedung berasal dari kompensasi pembebasan tanah rakyat tahun 1995 yang menyisakan uang sekitar Rp 1 miliar. Dari kesepakatan masyarakat, pemkab dan pihak perusahaan, uang itu digunakan untuk pembangunan sarana umum.

Sementara Badrul Aini S.Sos, anggota dewan asal Pulau Sapeken, menilai tuntutan masyarakat Pulau Pagerungan Besar masih wajar. "Aksi itu merupakan akumulasi dampak dari ketidakadilan pembangunan di Pulau Pagerungan Besar," tandasnya.

Terbukti sarana dan prasarana lingkungan lokasi eksplorasi masih sangat memprihatinkan. Padahal lokasi penghasil sumber daya alam mestinya mendapatkan perlakukan lebih. "Sejak dulu, berapa bagi hasil migas yang diberikan ke daerah serta comdev-nya masih remang-remang. Masyarakat pasrah dengan bantuan yang tidak jelas juntrungnya," tegas Badrul, anggota dewan asal PKS ini.

Terkait tuntutan listrik gratis di Pulau Pagerungan Besar juga wajar. Karena listrik yang ada sekarang masih sangat minim karena setiap hari ada pemadaman akibat penggunaan listrik yang diberikan perusahaan sangat terbatas. "Perusahaan harus memperhatikan pembangunan infrastruktur seperti perbaikan jalan desa," tambahnya.

Badrul berharap tuntutan masyarakat ada penyelesaian supaya tidak menjadi bom waktu yang bisa meledak lagi. Aparat keamanan tak perlu mencari kambing hitam atau provokator, karena tidak akan menyelesaikan masalah tapi akan memuncul masalah baru.

Penggunaan Dana Comdev Transparan

Sementara Public Relation Manager EMP Kangean Ltd, Jalu Candroso, mengaku kegiatan ramah lingkungan atau community development (comdev) telah transparan sesuai rencana kegiatan yang dicetuskan dalam musyawarah rencana pembangunan desa (Musrenbangdes).

Dikatakan Jalu Candroso, program comdev tak ada yang ditutupi supaya terselenggara dengan baik. Di antara program comdev ada yang sampai melampaui batas rencana, tetapi ada yang belum tercapai sesuai target. Kegiatan comdev yang dilaksanakan di Kecamatan Sapeken, khususnya di Desa Pagerungan Besar sudah terealisir 99 persen.

Dari tahun 2005 - 2006 dana comdev yang dialokasikan sebesar Rp 2.1 miliar hampir seluruhnya terserap lewat enam bidang kegiatan. Di antaranya, program pendidikan, keagamaan, kesehatan, sosial ekonomi, olah raga dan lingkungan hidup.

Porsi terbesar alokasi dana comdev pada sektor pendidikan yang mencapai 60 persen per tahunnya. Salah satunya bantuan dana insentif guru honorer atau swasta sebanyak 181 guru untuk tiga desa. Beasiswa terbaik bagi siswa SMP yang melanjutkan ke SMA dan dari SMA ke perguruan tinggi. "Comdev juga menfasilitasi peningkatan SDM guru pendidik kerjasama dengan instansi terkait," jelasnya.

Dibidang keagamaan, dilakukan dengan mengirimkan beberapa dai asal Pagerungan untuk dididik ke luar daerah. Sebaliknya, juga mendatangkan dai dari luar ke Pagerungan sebagai bentuk upaya memberikan siraman rohani dan peningkatan ibadah keagamaan.

Untuk sektor kesehatan, comdev memberikan bantuan kesehatan bagi masyarakat Pagerungan Besar yang secara rutin dua kali dalam seminggu dokter perusahaan berkunjung ke puskesmas dan mengadakan penyuluhan kesehatan di empat pulau utamanya untuk pelajar dan masyarakat. "Juga ada sunatan massal gratis, sedikitnya 100 anak setiap tahun," tambahnya.

Untuk lingkungan hidup, telah memberikan bantuan peningkatan sarana nelayan yang
kontraktornya dilakukan tokoh masyarakat Sapeken, H Abidin. "Kalau tidak salah dananya masing-masing sekitar Rp 10 jutaan," tambahnya.

Ditanya tuntutan masyarakat tentang listrik gratis? Menurut Jalu, selama ini listrik yang dinikmati masyarakat juga sudah gratis. Perusahaan sudah cukup banyak memberikan bantuan penerangan kepada masyarakat. "Dari 700 kVA yang dialirkan perusahaan sama seperti 200.000 watt PLN. Sedangkan harga 1 kWh saja tiap tahunnya sekitar Rp 1 miliar. Lalu apa lagi," jelasnya.

Terkait dana bagi hasil, Jalu mengaku pihaknya tak punya wewenang. Karena semua sudah diatur dalam pasal 33 UUD 45 dan UU No 31 tahun 2002. "Kami hanya berharap semua ini dimengerti
oleh semua pihak. Mengingat keberadaan investasi di daerah telah banyak memberikan andil dalam pembangunan di daerah," tandasnya.

Sudah Terrealisir

Ketua Tim Community Development (Comdev) PT EMP Kangean Ltd, Drs H Moh Dahlan MM, yang juga menjabat Wakil Bupati Sumenep mengatakan, semua kegiatan comdev sudah berjalan dengan baik. Bahkan semua kegiatan serta rincian dananya sudah transparan disampaikan kepada masyarakat. "Semua usulan masyarakat melalui kepala desanya sudah terlaksana. Jadi tidak ada yang ditutup-tutupi seperti tuduhan orang-orang," ujarnya.

Masing-masing kegiatan yang berada di enam sektor atau bidang itu sebagian besar terlaksana. Kendati ada salah satu sektor yang belum semuanya memenuhi target, tetapi sektor lain targetnya ada yang berlebih. "Sesuai hasil pengawasan kami semua telah terealisir dengan baik," tambahnya.

Terkait tuntutan masyarakat, pihaknya telah melakukan pembicaraan dengan perwakilan masyarakat serta mencapai kesepakatan kendati ada yang tidak mungkin terealisir. "Khusus untuk listrik masih akan kita bicarakan, dan peningkatan infrastruktur telah kami alokasikan di APBD mendatang," katanya. Dahlan juga menekankan kepada aparat kecamatan utamanya Camat Sapeken dan Kepala Desa Pagerungan Besar dan Pagerungan Kecil untuk lebih intens melakukan pengawasan terhadap kegiatan comdev supaya tak ada gejolak lagi.

Dijamin Aman

Kapolres Sumenep AKBP Drs Budiono Sandi SH menegaskan, situasi di lokasi produksi EMP
Kangean Ltd sudah aman terkendali. Aksi massa telah dibubarkan polisi setelah dilakukan
pendekatan persuasif dan masyarakat mau berdialog yang difasilitasi aparat keamanan.

Untuk meredam aksi massa itu polisi mengerahkan 85 personel, terdiri 41 personel dari Polres Sumenep, 13 personel Polsek Sapeken, 31 personel dari Brimob Polwil Madura. "Demi mencari penyelesaian yang baik, maka aparat mencoba menjembatani persoalan ini," ujarnya.

Kapolres berharap kejadian itu tidak terulang kembali dan meminta masyarakat lebih mengedepankan dialog dengan pihak terkait serta tidak berbuat anarkis. Jika ada tindakan anarkis pihaknya akan bertindak tegas serta memproses sesuai hukum yang berlaku.

Saat ini situasi di Pulau Pagerungan Besar sudah mulai kondusif dan kegiatan produksi eksplorasi dan eksploitasi EMP Kangean Ltd berjalan sebagaimana biasanya. Pasukan dari Polres Sumenep sebanyak 41 orang juga sudah ditarik ke kesatuannya. "Sekarang pengamanan dialihkan ke Polsek Sapeken dan satu peleton dari Brimob Madura. Mereka akan ditarik jika situasinya sudah aman," pungkasnya. (st2)

Sumber: Surya, 23/01/07

Perda Flu Burung Tunggu APBD

PAMEKASAN (SINDO) - Bupati Pamekasan Ach Syafi’i menegaskan, pembuatan peraturan daerah (perda) flu burung tidak bakal dilakukan dalam waktu dekat ini. Syafi’i menyatakan rencana pembuatan perda tersebut baru diagendakan setelah pembahasan APBD 2007 usai.


Meski demikian,Pemkab Pamekasan, lanjut Syafi’i memastikan akan menindaklanjuti intruksi pemerintah pusat tentang pembuatan perda tanggap flu burung. ”Kita belum bisa melaksanakan instruksi pusat dalam waktu dekat ini. Saat ini, kami masih berkonsentrasi membahas APBD 2007,” papar kader PPP ini,kemarin.

Selain itu, kata Syafi’i, pihaknya belum bisa memahami sepenuhnya maksud instruksi dari pusat. ”Sebab, substansi instruksi tersebut belum terlalu jelas,” lanjutnya. Apalagi pembuatan perda membutuhkan waktu lama dan anggaran tidak sedikit. Hal lain yang membuat Pemkab Pamekasan tidak terburu-buru membuat perda, karena daerah ini belum terindikasi wabah flu burung.

Buktinya, hingga saat ini belum satupun warga Pamekasan meninggal penyakit mematikan itu. Tetapi, Pemkab Pamekasan tetap akan melakukan pengawasan ketat terhadap penjualan daging unggas. Selain itu, pengawasan akan dilakukan di daerah sentra peternakan.”Bahkan,kita telah menginstruksikan Dinas Peternakan (disnak) untuk melakukan vaksinasi dan sosialisasi kepada peternak,”ungkapnya.

Lebih jauh mantan Ketua DPRD Pamekasan periode 1999-2003 ini menyatakan, di Pamekasan tidak ada derah yang secara khusus menjadi sentra peternakan. Menurutnya, peternakan tersebar di beberapa kecamatan.Namun jumlah masing-masing kandang unggas tidak terlalu banyak. Sehingga pola penanganannya bisa berjalan dengan cepat. Untuk meningkatkan kewaspadaan adanya penyebaran virus flu burung, pemkab akan melakukan beberapa langkah.

Diantaranya, membentuk tim penanggulangan penyebaran virus flu burung. ”Kemungkinan juga akan dibuka call center dan sms center untuk pengaduan terekait virus flu burung,” ujar Syafi’I lagi. Anggota DPRD Pamekasan Khairul Kalam mengatakan, kasus flu burung merupakan kasus nasional yang sulit ditangani.
Untuk itu, pihaknya meminta penanganan flu burung dilakukan secara terpadu. Artinya, harus ada gerakan terpadu dan terpusat untuk menanganinya. ”Saya pikir intruksi dari pusat sangat penting untuk segera dilakukan,” tegasnya.(ahmad baidowi)

Sumber: Seputar Indonesia, Senin, 22/01/2007

Dewan Setuju Ditangguhkan

PAMEKASAN (SINDO) - Ketua DPRD Pamekasan Kholil Asy’ari menyatakan tidak keberatan pencairan dan tunjangan komunikasi intensif (TKI) sebagaimana diatur PP No 37/2006 ditangguhkan. Apalagi, kata Kholil, peratuaran tersebut masih dalam proses revisi.
”Sebelum proses revisi PP No 37/2006 selesai, kami tidak sepakat pencairannya ditangguhkan,” terangnya saat menghadiri acara di Palengaan, kemarin. Sekretaris DPC PPP ini menyatakan, saat ini PP No 37/2006 banyak menimbulkan reaksi keras dari masyarakat. Yang disayangkan Kholil, opini yang berkembang di masyarakat, seolah-olah munculnya peraturan tersebut atas kehendak anggota DPRD. Padahal, anggota DPRD tidak tahu menahu soal tersebut. sebab, peraturan tersebut dirumuskan dan digodok di Jakarta.

”Masyarakat menyangka seolaholah anggota DPRD yang menghendaki tunjangan tersebut. Inilah yang perlu diluruskan, kami tidak pernah meminta apalagi mendesak pemerintah pusat membuat peraturan itu”, tambahnya. Politisi yang dikenal low profile ini menambahkan, sekalipun dana TKI itu diberlakukan semuanya akan kembali kepada konstituen.Dan tidak ada ceritanya dana tersebut untuk kepentingan pribadi.
”Namanya saja dana tunjangan komunikasi intensif, maka akan digunakan untuk komunikasi dengan konstituen,” terang alumnus STAIN Pamekasan ini. Hal senada disampaikan Bupati Pamekasan Ach Syafi’i. Orang nomor satu di jajaran Pemkab Pamekasan ini mengatakan, meskipun dana TKI telah dialokasikan pada APBD 2007, tetapi tidak bisa serta merta dicairkan.

Pihaknya masih menunggu proses revisi PP No 37/2006. ”Kalau revisi sudah selesai, dana TKI baru kita cairkan. Kalau tidak menunggu hasil revisi takut ada kekeliruan,” jelas Syafi’i. Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FDIP) Jember Hari Sumarsono menyatakan siap mengembalikan dana TKI jika ada instruksi tertulis sudah sampai ditangan DPC PDIP.

”Hanya saja,instruksi itu apakah benar mengembalikan dana tunjangan yang dirapel atau yang hanya tunjangan operasional saja. Intinya, sebagai kader partai kita siap menjalankan instruksi pusat,”kata Hari. Anggota Komisi C DPRD Jember ini juga mengatakan, pi haknya akan menggelar rapat tertutup seluruh anggota FDIP untuk membahas instruksi DPP PDIP.

”Besok (hari ini, red) usai rapat paripurna kita akan rapat untuk menelaah lebih dalam soal adanya instruksi DPP,”tukasnya. Anggota FDIP yang juga Sekretaris Komisi A DPRD Jember Hidayatulah mengatakan, terkait sikap resmi maupun mekanisme implementasi instruksi DPP PDIP tetap akan dibahas. ”Yang jelas, bentuk sikap resmi maupun cara menjalankan sikap resmi akan dirapatkan melalui fraksi maupun kelembagaan cabang. Kita tidak gegabah dulu untuk mengembalikan secara langsung ,”kata Hidayatulah.

Berbeda dengan FDIP, Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) dan Fraksi Golkar nampak tidak menggubris adanya revisi atau tidak terkait PP No 37/2006 tersebut. ”Pencairan dana tunjangan sudah sesuai aturan yakni apa yang termaktub dalam PP No 37/2007.Apalagi APBD Jember juga mampu, kalaupun ada revisi,ya kita tunggu,”kata Wakil Ketua DPRD Jember Machmud. (ahmad baidowi/p juliatmoko)

Sumber: Seputar Indonesia, Senin, 22/01/2007

Muncul Sejak Zaman Kolonial

TIDAK diketahui pasti sejak kapan tradisi carok di Madura mulai muncul. Hanya saja sebagian tokoh Madura mengatakan, tradisi carok mulai mencuat sejak zaman penjajahan Belanda. Carok pada zaman Belanda berbeda dengan carok yang terjadi saat ini. Sekarang jika ada orang berkelahi menggunakan senjata tajam hingga ada yang tewas, masyarakat langsung menilai telah terjadi carok.

Menurut Sjafiuddin Miftah, salah seorang pengamat carok di Madura, carok pada masa lalu, merupakan perang tanding antara satu orang melawan satu orang atau lebih. Sebelum perang tanding, masing-masing mengadakan perjanjian mengenai penentuan tempat arenanya, hari dan waktunya.

Setelah disepakati, mereka melapor kepada penguasa setempat untuk carok. Arena carok itu diberi tanda berupa bendera dan disaksikan banyak orang. Usai membunuh musuhnya, pelaku tidak kabur, tapi dengan celurit yang masih menempel darah segar, pelaku melapor kepada aparat untuk menyerahkan diri.

Sedangkan carok yang terjadi sekarang tidak lagi saling berhadap-hadapan tapi mencari kelengahan musuhnya untuk melampiaskan niatnya. Usai membunuh pelaku juga melarikan diri. "Memang ada satu, dua orang yang melapor ke petugas, tapi itu jarang terjadi. Malah yang lebih banyak kabur menyelamatkan diri," ujarnya. Sjafiuddin, yang juga Ketua Dewan Kesenian (DKP) Pamekasan, akrab dipanggil Bang Ndut menambahkan, walau pelaku sudah dihukum berat lebih 10 tahun, tidak membuat kapok pelakunya.

Dikatakan, yang paling memicu timbulnya carok, manakala harga diri dipermalukan. Seseorang yang semula penakut, lantas berani untuk carok. Contohnya, jika tunangan, istrinya digoda orang lain atau orang tuanya dibunuh, keluarganya kemudian membalas dendam. Meski kehendak hatinya persoalan itu tidak diselesaikan lewat carok, namun sanak familinya memprovokasi dan menekan agar membuat perhitungan dengan orang yang telah menginjak harga dirinya. Sehingga muncul kesan lebih baik putih mata dari pada putih tulang. Artinya, lebih baik mati daripada menanggung malu.

Menurut Sjafiuddin, kalau ada kelurga yang dihukum karena carok, mereka berbondong-bondong untuk membesuk. Dan di wajah para pembesuk itu tidak terlintas wajah kesedihan, lantaran mereka menganggap keluarganya yang dihukum, ibarat menuntut ilmu.

Dikatakan, sulitnya menghapus carok, manakala salah satu keluarganya meninggal akibat carok, jenazahnya tidak dikubur di pemakamam umum tapi di halaman rumahnya. Ini untuk mengingatkan pada anak cucunya agar dendam itu terbalaskan. (st30)

Data Kasus Carok di Madura.
2005 27 kasus
2006 36 kasus
Pertengahan Januari 2007 4 kasus
Sumber: Polwil Madura


Sumber: Surya, 15/01/07

Dikikis Lewat Pendidikan

Menghilangkan tradisi carok tidak semudah membalik telapak tangan. Dibutuhkan waktu panjang untuk mengurangi tradisi yang sudah berlangsung turun-temurun itu.
Selama ini faktor pemicu terbesar timbulnya carok akibat rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Indikasi ini terlihat dari serangkaian kasus carok yang terjadi di Madura dijumpai pada masyarakat pedesaan dengan tingkat pendidikan kurang memadai.

Bupati Pamekasan, Drs Ahmad Syafii Yasin, juga mengakui kasus carok selama ini banyak terjadi di pedesaan. "Coba amati, dari sejumlah carok yang terjadi di Madura, menimpa masyarakat desa yang kurang pendidikannya. Sebaliknya, masyarakat desa yang berpendidikan, jarang kita temui carok, bahkan hampir tidak pernah terjadi," ujarnya.

Upaya Pemkab Pamekasan menekan angka carok dilakukan melalui program jangka pendek melalui pendekatan dan pengamanan aparat keamanan. Selanjutnya, program jangka panjang memberikan pencerahan masyarakat lewat pendidikan mengenai risiko carok.

Diharapkan dengan meratanya pendidikan, tradisi carok dapat terkikis. Contohnya, di Desa Tebul, Kecamatan Pegantenan, selama ini masyarakatnya dikenal menyelesaikan masalah lewat carok. Tapi sekarang, setelah pendidikan masuk dan masyarakat mengerti, tradisi carok itu tidak ada. "Sekarang yang sering terlibat carok warga Madura yang tinggal di perantauan," kata Syafii. Hal itu terjadi ketika warga Madura di Malaysia ramai-ramai dipulangkan, sehingga tingkat kerawanan di Madura terhadap carok menjadi rentan.

Syafii mengakui masih ada kebiasaan sebagian masyarakat Madura yang keluar rumah membawa celurit atau pisau diselipkan di balik bajunya. Hanya saja kebiasaan itu sekarang sudah jauh berkurang. "Setelah pendidikan merata, sekarang tinggal 10 persen saja warga Madura yang membawa sajam," paparnya. (st30)

Sumber: Surya, 15/01/07

Pelaku Carok Tak Pernah Jera

Pamekasan-Surya Meski aparat sudah berupaya menekan kasus carok di Madura, dalam dua tahun terakhir kasus itu justru mengalami peningkatan dari 27 kasus menjadi 36 kasus. Malahan pertengahan 2006 lalu terjadi carok massal yang merengut tujuh korban tewas.

Meski carok kini sudah dibenci masyarakat Madura, namun tradisi kontak fisik menggunakan senjata tajam yang menyebabkan korbannya terluka atau meninggal itu hingga kini masih sering terjadi. Malahan dalam dua tahun terakhir kasus itu mengalami peningkatan. Tahun 2005, terjadi 27 kasus, pada 2006 meningkat menjadi 36 kasus. Malahan hingga pertengahan Januari 2007 ini sudah tercatat empat nyawa yang melayang akibat carok.

Dari serangkaian pembunuhan yang dikaitkan dengan carok, sebagian besar berlatar belakang harga diri. Kehormatannya terinjak-injak, sehingga darah panasnya mendesir dan emosinya memuncak, kemudian timbul niat membalas sakit hatinya dengan cara menghilangkan nyawa orang yang telah membuat dirinya malu.

Seperti kasus carok massal di Desa Bujur Tengah, Kecamatan Batumar-mar, Pamekasan pertengahan Juli 2006 lalu yang menewaskan tujuh orang dan melukai sembilan orang. Kini dari 18 pelaku yang terlibat dalam kejadian itu, sejak Kamis (11/1) lalu, kasusnya sudah mulai disidangkan di PN Pamekasan.

Untuk mencegah berulangnya carok, berbagai upaya sudah ditempuh. Baik oleh pemerintah, ulama, tokoh masyarakat dan aparat keamanan. Termasuk hukuman berat bagi pelaku carok, hingga di tahan di Pulau Nusakambangan. Tapi semua langkah itu belum mampu membuat pelakunya jera.

Kapolwil Madura, Kombes Pol Badrun Arifin, kurang sependapat, jika tindakan menghilangkan nyawa orang lain itu disebut carok. Sebab, pelaku yang berhasil membunuh musuhnya tidak menyerahkan diri, tapi bersembunyi dan kabur dari kejaran petugas.

"Aksi pembunuhan yang terjadi sekarang bukan lagi carok, tapi tindakan kriminal murni. Biasanya pelaku carok seusai membunuh masih menenteng senjata tajam yang digunakan untuk membunuh, mendatangi kantor Polsek atau Polres untuk menyerahkan diri," papar Badrun Arifin.

Kapolwil mencontohkan, kasus pembunuhan yang dilakukan tiga orang pemuda di Bangkalan awal Januari 2007. Ketiga pelaku membantai korbannya saat lengah. Persoalannya juga sepele, korban menampar pipi salah seorang pelaku di depan umum.
Namun, Kapolwil mengakui jika masyarakat Madura mudah emosi dan terpicu untuk konflik yang berujung kematian. Persoalannya, dari yang sepele hingga harga diri. Di antaranya saling olok, salah paham, rumput di sawah, perempuan, warisan dan balas dendam.

Untuk menekan timbulnya carok, pihaknya telah memberikan pemahaman agar masyarakat patuh hukum. Manakala timbul persoalan, tidak diselesaikan dengan kepala panas, tapi lewat musyawarah. Selain itu, setiap kasus pembunuhan, petugas maksimal menyelesaikan sampai tuntas hingga disidang dan menangkap pelaku yang terlibat.
"Kami mengajak peran serta masyarakat bersama-sama membantu tugas polisi. Baik dalam upaya pencegahan, penegakan hukum, yakni dengan memberikan informasi dan kesaksian," ujarnya.

Apalagi sampai sekarang kebiasaan sebagian masyarakat Madura terutama di pedesaan kalau keluar rumah membawa senjata tajam (celurit dan pisau khusus). Kebiasaan tidak baik ini juga bisa memicu timbulnya pembunuhan.

Untuk menekan masyarakat tidak terbiasa membawa senjata tajam, sering dilakukan razia di beberapa tempat seperti jalan raya masuk kota dan setiap pagelaran keramaian. Manakala ada warga ketahuan membawa sajam yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, pemiliknya diperiksa dan barang buktinya disita petugas.

"Kini warga Madura yang membawa sajam sudah jauh berkurang dibanding beberapa tahun lalu. Kebiasan membawa sajam ini hanya dijumpai di masyarakat pedesaan. Jika terjadi pembunuhan, petugas mempertemukan keduanya agar tidak saling membalas," tandas Badrun Arifin. (st30)

Sumber: Surya, 15/01/07

Nyaris di Titik Nadir

PAMEKASAN-Tari tradisional nyaris berada di titik nadir peradaban. Ini lantaran dikepung kesenian luar yang kadangkala begitu mudah diterima generasi muda. Akibatnya, kesenian lokal nyaris tidak dominan. Untungnya, marjinalisasi perdaban lokal ini ditangkap generasi muda dengan tetap menjunjung tinggi kesenian lokal.

Demikian disampaikan Kadis P dan K M. Yusuf Suhartono yang diwakili Kasubdin PLS (Pendidikan Luar Sekolah) Chairil Basyar, kemarin. Pada pembukaan Festival Tari Kreasi Tradisional di lantai II SMKN 3 Pamekasan ini, Chairi memberikan apresiasi kepada generasi muda. Khususnya, kaum muda yang masih peduli kepada warisan kesenian yang ditinggalkan leluhur Madura.

Akibatnya, kepedulian kaum muda membuat perjalanan kesenian tradisional terus berlangsung sepanjang usia. "Hari ini (kemarin, Red) saya melihat generasi muda tetap berkeringat menyemarakkan kesenian lokal," ujanrya.

Dia berharap, nyaris beradanya kesenian lokal di titik nadir, bisa menumbuhkan semangat. Dia yakin suatu saat nanti kesenian lokal tetap jaya dan diminati masyarakat. Sementara produk luar yang sebagian diantaranya menggerus pola pikir remaja, diyakini Chairil akan melenyap.

Dia mengibaratkan kebudayaan luar sebagai tamu yang saat hadir harus dihormati sebagai proses kreatif. Tetapi, pada saat nanti tamu akan pergi dan yang tersisa di ruang tamu pemilik rumah. "Nah, kita tuan rumah bagi kesenian lokal dan pantas ngopeni budaya sendiri," katanya.

Sebelumnya, Kasi Kebudayaan Khalifaturahman mengatakan, Festival Tari Kreasi Tradisional untuk penanaman nilai-nilai budaya lokal bagi generasi muda. Khususnya, pelajar di jenjang SD, SMP, dan SMA.

Menurut pria yang akrab disapa Mamang ini, kesenian lokal (daerah) tetap stabil. Dia menyadari banyak orangtua khawatir kesenian lokal pada akhirnya tinggal nama. Tatapi, kampanye dari pihak yang terkait kebudayaan, membuahkan hasil. Sehingga, katanya, proses berkesenian yang kental berbau etnik, tetap berjalan dengan baik. "Alhamdulillah, selalu ada generasi bagi kesenian tradisional," ujarnya.

Pada festival ini sedikinya 30 grup tari ikut berpartisipasi. Ini, dimulai dari jenjang SD hingga SMA. Dari puluhan peserta, beberapa kelompok tari kreasi tradisional diantaranya mendapat sambutan meriah pengunjung. Terutama, penampilan SD Barkot I, SMPN 1 Pademawu, dan SMAN 2 Pamekasan. (abe)

Sumber: Jawa Pos, 06/12/06

Enam Puluh Persen Lulusan SD

SAMPANG - Sungguh memprihatinkan, dari 1.416 pengurus Komite Sekolah (KS) se Kabupaten Sampang, enam puluh persen pengurus di antaranya diketahui hanya pernah mengenyam dan lulus pendidikan setingkat SD. Praktis, minimnya bekal pendidikan yang dimiliki pengurus KS mempengaruhi optimalitas dan kinerja pengurus KS.

"Empat puluh persen sisanya, ada yang berpendidikan sekolah menengah dan perguruan. Bahkan, ada diantara pengurus KS yang pernah menjadi pengawas, kepala sekolah, dan guru," ungkap Ketua Dewan Pendidikan (DP) Kabupaten Sampang Drs Ali Daud Bay di sela-sela Sosialisasi Peningkatan Kinerja KS di aula Kecamatan Pangarengan, kemarin.

Menurut dia, kepengurusan KS di masing-masing satuan kerja lembaga pendidikan sebenarnya sangat strategis dalam rangka peningkatan mutu dan kualitas pendidikan. "Sebab, informasi seputar pendidikan yang disampaikan pengurus KS bersentuhan langsung dengan sekolah," ujarnya.

Dijelaskan, pengurus KS yang notabene merupakan perwakilan masyarakat seharusnya bisa menguasai beberapa instrumen penunjang guna meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan sekolah. "Termasuk, harus peka terhadap kebutuhan dan kekurangan yang melekat pada sekolah," terangnya.

Ketua Dewan Kesenian (DK) Kabupaten Sampang ini juga menambahkan, kalau pengurus KS tidak memahami manageman berbasis sekolah, manageman BOS dan buku, atau penerapan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), diyakini akan memperlambat kemajuan dan pengembangan sekolah.

"Yang tidak kalah penting, pengurus KS ini harus memahami dan menguasai betul rencana pendapatan dan anggaran belanja sekolah (RAPBS). Sehingga, mereka bisa mengenali dan menginventarisir beragam kekurangan yang dimiliki sekolah," jelasnya.

Sementara untuk meningkatkan SDM dan pengetahuan para pengurus KS di Kabupaten Sampang, pihaknya dalam waktu dekat akan menggelar lokakarya penguatan dan peningkatan kinerja pengurus KS se Kabupaten Sampang. "Kegiatan ini, merupakan embrio dari kegiatan sosialisasi peningkatan kinerja pengurus KS yang digelar di 14 kecamatan se Kabupaten Sampang," tandasnya.

Sekadar diketahui, jumlah pengurus KS se Kabupaten Sampang sudah mencapai 1.416 lembaga. Sementara jumlah anggota pengurus KS yang terdata, diperkirakan sudah mencapai 12 ribu lebih. Mereka, tersebar di 14 kecamatan dan 186 desa/kelurahan se Kabupaten Sampang. (fiq)

Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 13 Jan 2007

Sumenep Kaya Budidaya Laut

SUMENEP-Kabupaten Sumenep dikenal sebagai daerah di Jawa Timur bahkan di Indonesia yang memiliki kekhasan. Yakni, posisi geografisnya yang terdiri dari gugus kepulauan. Ada sekitar 78 pulau berpenhuni di kabupaten paling ujung timur Madura ini. Itu belum termasuk pulau yang tidak berpenghuni sekitar puluhan pulau.

Karena itu, tak heran bila daerah ini memiliki potensi laut berlimpah ruah. Selain potensi perikanan tangkap, wilayah perairan laut Sumenep mempunyai laut mempunyai potensi bagi pengembangan usaha budidaya laut, seperti budidaya rumput laut.

Sekadar diketahui, luas areal budidaya rumput laut di Kabupaten Sumenep seluas 5.870 Ha dengan produksi pada tahun 1999 sebesar 3.224,70 ton dengan jumlah petani 1.697 orang dan jumlah rakit 6.721 unit. Potensinya berada di lokasi Kecamatan Ra’as, Pragaan, Bluto, Saronggi, Talango, Gili Genteng dan Dungkek. Produksinya sekitar 3.224,70 ton. Sementara musim produksi sepanjang tahun.

Luas areal per populasi 5.870 ha, yang sudah dikelola baru 50 persennya. Pemasaran rumput saat ini dalam dan luar negeri. Buktinya, salah satu pengusaha lokal rumput laut di Sumenep bakal kelabakan melayani permintaan pasar luar negeri. Pasalnya, kebutuhan rumput laut di pasaran internasional cukup tinggi. Sementara hasil produksi lokal minim.

Hal itu disampaikan Helmy Said, pengusaha rumput laut asal Desa Pakandangan, Kecamatan Bluto. Menurut Helmy, kebutuhan rumput laut di pasaran internasional cukup tinggi. "Saking tingginya, kadang kita kelabakan sendiri," ujarnya kepada koran ini.

Seperti diberitakan, berdasarkan hasil kunjungannya di berbagai wilayah di Tiongkok (RRC), sejumlah pabrik di Hongkong, Xiamen, Fouzhou, dan Qiangthoung, kebutuhan rumput laut bisa mencapai 2.000 ton per bulan. Tingginya permintaan akibat meningkatnya kebutuhan bahan baku rumput di sejumlah pabrik di beberapa wilayah tersebut.

"Dari hasil penjajakan saya selama kurang lebih 2 tahun di beberapa wilayah di Tiongkok, kebutuhannya memang luar biasa. Satu pabrik bisa membutuhkan 700 ton per bulan," ungkap Helmy.

Sayangnya, sambung pria lajang ini, produksi rumput laut lokal tidak mampu mengkaver kebutuhan pasaran internasional. Sebab, hasil produksinya terbatas. "Kalau diakumulasi mungkin bisa mencapai 2.000 ton. Tapi, kebanyakan kan sudah ada pasar tersendiri. Sehingga, pasar internasional seperti yang kita jajaki masih kurang stok," jelasnya. (zid)

Sumber: Jawa Pos, Rabu, 10 Jan 2007

Kangean, yang Tiba-tiba Mencuat ke Permukaan

Penemuan korban tenggelemnya Kapal Motor Senopati Nusantara dalam kondisi hidup sungguh merupakan sesuatu hal yang luar biasa.

"Dari temuan itu tergambar betapa perjuangan berat para korban untuk bertahan hidup selama sembilan hari di tengah lautan sejak musibah terjadi akhir Desember lalu!" Demikian antara lain komentar Kepala Kantor SAR Denpasar I Ketut Parwa di Posko Bandar Udara Ngurah Rai, Bali, Senin (8/1).

Keterangan itu disampaikan setelah ia memperoleh kepastian tentang informasi ditemukan lagi 18 korban musibah KM Senopati Nusantara di perairan sekitar Kepulauan Kangean (wilayah Kabupaten Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur), Minggu (7/1) malam dan Senin siang.

Dari 18 korban, 15 di antaranya ditemukan oleh KM Mandiri VI ketika sedang dalam pelayaran dari Probolinggo menuju Makassar Minggu malam. Para korban ditemukan pukul 21.07 pada lokasi 25 mil laut arah timur laut Kepulauan Kangean.

Saat ditemukan seluruh korban masih dalam kondisi hidup. Namun, satu di antaranya yang diketahui bernama Agus BH, asal Lebaksari Solo, meninggal dalam perjalanan ke Makassar Senin pagi.

Jarang terdengar

Selama ini dapat dikatakan, kisah, bahkan nama, Kangean tak begitu dikenal banyak orang. Karena itu, wajar saja kalau tak sedikit wartawan di Bali bingung ketika disebutkan bahwa penemuan korban kapal Senopati itu antara lain di wilayah Kangean.

Nama Kangean memang tiba-tiba mencuat. Hal itu seiring dengan perluasan upaya pencarian korban musibah KM Senopati Nusantara hingga wilayah perairan sekitar Kepulauan Kangean sejak Jumat lalu. Sejak saat itu pula Kantor SAR Denpasar di Bandar Udara Ngurah Rai, pimpinan IK Parwa, menjadi salah satu posko pencarian korban musibah kapal tersebut.

Menurut catatan Parwa, KM Senopati yang berbobot mati 2.178 ton ketika berlayar dari Kumai (Kalimantan Tengah) menuju Tanjung Mas (Semarang) akhir Desember lalu berpenumpang 628 orang. Mereka termasuk nakhoda dan ABK 57 orang, ditambah sopir/kernet 29 orang. Kapal itu pada 30 Desember 2006 dihantam ombak kemudian tenggelam di Perairan Pulau Mandalika, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Perluasan pencarian, yang diikuti temuan terakhir atas 18 korban musibah kapal tersebut, tentu saja semakin mencuatkan nama Kangean.

Belasan pulau

Kangean adalah nama kepulauan yang didukung belasan pulau kecil. Sebut saja di antaranya Pulau Kangean, Miongan, Aluan, Timeuanan, Araan, Pagerungan, Sakala, Saibus, Sapankuir, Sabunting, Saobi, Paliaf, dan Sidulang.

Kepulauan Kangean secara administratif pemerintahan merupakan bagian wilayah Kabupaten Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur. Namun, dalam urusan penanganan bencana atau musibah, kawasan itu masuk wilayah Kantor SAR Denpasar.

"Ketika operasi pencarian difokuskan di perairan sebelah timur Kepulauan Kangean, armada helikopter tidak bisa diikutsertakan karena jaraknya lumayan jauh. Jika dipaksakan, heli tidak bisa melakukan pencarian di lokasi karena lama penerbangan sekitar 2,5 jam hanya cukup untuk pergi dan langsung kembali ke Denpasar," kata Kapten M Tohir, pilot helikopter yang siaga di Posko SAR Ngurah Rai.

Dari data yang dihimpun, Kepulauan Kangean dari Surabaya jaraknya sekitar 170 mil laut yang berarti lebih kurang 314,840 kilometer (km). Atau sekitar 80 mil laut (148,160 km) sebelah timur Sumenep. Lebih dekat lagi dari ujung timur Madura (Lombang), jaraknya sekitar 120,380 km.

Dari Bali, posisi Kepulauan Kangean ada di sebelah utara Pulau Dewata itu. Jaraknya sekitar 203,720 km dari Denpasar atau 110,740 km dari Singaraja, kota tua di pesisir utara Bali.

Namun, Komandan Pangkalan Udara Bandar Udara Ngurah Rai Letkol (Pnb) Agustinus Gustaf Brugman berkomentar lain. "Ah, Kepulauan Kangean itu seharusnya dikenal karena di sana, khusus di Pagerungan, ada ladang gas bumi," katanya kemarin siang.

Keunikan lainnya, di Kepulauan Kangean rata-rata penduduknya adalah Suku Bajo. Mereka umumnya nelayan. Ada juga yang bertani, berdagang, dan pengayuh becak. Alat transportasi utama adalah becak dan sepeda motor.

Itulah salah satu kepulauan di Tanah Air ini yang akhirnya dikenal juga oleh banyak orang. (BEN/ANS)

Sumber: Kompas, 09/01/06

Tiga Puluh Persen Warga Madura Tak Pernah Sekolah

PAMEKASAN - Sedikitnya 30% dari 4,2 juta penduduk Madura, tidak pernah mengenyam pendidikan sekolah. Data ini kian menunjukkan bahwa Madura patut diduga sebagai masyarakat yang masih tertinggal. Akibatnya, tingginya warga yang tidak sekolah ini berimplikasi negatif bagi pertumbuhan indeks pendidikan di Madura.

Menurut Ir Aziz Jakfar MTi, dosen Unijoyo, rendahnya warga yang berpendidikan di Madura seringkali paradoks dengan slogan pemkab. Buktinya, di pintu masuk ke masing-masing kabupaten di Madura, tak jarang terdapat tulisan "Bebas buta huruf". Secara de facto berdasar penelitian yang memunculkan angka 30 persen tidak sekolah, papan di gerbang kota dapat dimaknai paradoks. "Sebab, kenyataan menunjukkan angka pendidikan kita masih rendah. Yang DO (putus sekolah, Red) dan lulusan SD mencapai 69 Persen," kata Aziz yang berbicara pada dialog publik di RM Doa Bundo Jl Kabupaten kemarin.

Pada dialog yang bertajuk Madura di Persimpangan; Potret persoalan social, ekonomi dan budaya ini, Aziz menginginkan pembangunan Madura mengalami akselerasi. Ini, katanya, akan menaikkan laju pembangunan khususnya menyangkut indek pendidikan Madura. Bahkan, pasca Suramadu, warga Madura tidak ditonton, jadi tontonan, atau menjadi penonton bagi pembangunan di tanahnya sendiri. Melainkan, siap bersaing di era global termasuk saat industrialisasi benar-benar lahir di Madura.

Menyongsong era Suramadu, pria low profile ini menginginkan empat hal berlangsung di Madura. Pertama, blue print menyangkut data Madura dari berbagai aspek. Ini, diperlukan agar lebih mudah bergerak dan menangani persoalan di Madura. Kedua, ada integrated plannening dari ujung barat hingga ujung timur Madura. Ini diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih. Ketiga, tata ruang bagi masing-masing kabupaten. Keempat, ada kesatuan ekonomi agar indeks ekonomi berjalan bareng searah dan sehaluan dalam spectrum Madura. "Pertanyaannya, mau tidak para pemimpin Madura duduk bersama membahas Madura jangka pendek, menengah dan panjang," papar Aziz dengan nada bertanya.

Hal senada disampaikan M. Tojjib yang ikut berbicara dalam dialog ini. Dia bilang, dalam catatannya, Madura patut diduga agak tertinggal dibanding kabupaten lain di Jatim. Menurut dia, perlu percepatan dan pembenahan dari berbagai bidang menyangkut SDA (Sumber Daya Alam) dan SDM (Sumber Daya Manusia) Madura. Diantaranya, menyangkut dunia pendidikan lantaran data tentang manusia terdidik di Madura tergolong rendah dibanding daerah lain yang lebih maju.

Selain itu, katanya, patut dilakukan pendongkrakan ekonomi terkait dengan potensi Madura baik garam, tembakau, atau potensi lainnya. "Eskalasi pembangunan ini sangat urgen, apalagi jelang Suramadu dan industrialisasi," paparnya dalam diskusi yang digelar Radar Madura ini dalam rangka serap aspirasi anggota DPR RI, Prof. Dr. Mahfudz MD. (abe)

Sumber: Jawa Pos, Kamis, 04 Jan 2007