Air Laut Genangi Kampung Bandaran

Bangkalan,Jawa Pos - Masyarakat nelayan di Kampung Bandaran, Kelurahan Pejagan, Kota Bangkalan, beberapa hari ini direpotkan dengan meluapnya air Sungai Bandaran. Luapan air sungai akibat pasangnya air laut itu cukup mengganggu aktifitas nelayan, karena air masuk hingga ke dalam rumah.

Wahid, nelayan di Kampung Bandaran, mengatakan, banjir akibat meluapnya Sungai Bandaran ini merupakan banjir tahunan biasa terjadi di kampungnya. Terutama ketika laut pasang dan ombak besar, seperti di bulan Mei ini. dengan naiknya air laut, maka air sungai di kampungnya juga naik. "Memang sudah biasa setiap tahun seperti ini, Mas. Kalau bicara merepotkan, ya memang merepotkan, karena airnya masuk ke rumah-rumah dan menggangu aktifitas warga," tutur Wahid.

Lokasi Kampung Bandaran memang tidak begitu jauh dari muara air Sungai Bandaran atau sekitar 200 meter ke laut. Sehingga, bila air laut pasang, banjir dadakan melanda Bandaran. Menurut Wahid yang diiyakan tetangganya, ketinggian air bisa mencapai 50 cm, namun tidak berlangsung lama. "Biasanya, pukul 10.00 mulai banjir, perlahan-lahan surut sampai pukul 15.00. Begitu selama beberapa hari nanti," jelasnya.

Apakah tidak ada tanggul penahan air laut di kawasan muara suangi? Wahid tidak bisa menjelaskan dengan pasti. "Nggak tahu ya," katanya. Namun demikian, dia mengatakan, di sepanjang sungai terdapat pagar tembok setinggi sekitar 50 cm. (rd)

Sumber: Jawa Pos, 21/05/2007

Pembunuhan Dokter Direka Ulang

Sumenep, Surya - Polres Sumenep menggelar reka ulang kasus pembunuhan mantan Kepala UPTD Puskesmas Kalianget dr Handoyo Cahyono, Senin (21/5). Kasus pembunuhan ini terjadi pada bulan April 2006 lalu. Reka ulang dilakukan untuk memperkuat pembuktian kasus pembunuhan yang terjadi di rumah dinas dr Handoyo di Desa Kertasada.

Reka ulang dimulai dengan adegan tersangka Zaini bersama temannya GZ mengetuk pintu rumah dinas dr Handoyo. Keduanya pura-pura ingin berobat. Pada saat itu, kendati dr Handoyo sedang istirahat, seorang sopirnya bernama Imam Sumantri (juga tersangka) membukakan pintu. Karena dr Handoyo sedang beristirahat, keduanya diminta kembali lagi dengan alasan praktek belum buka. Namun kedua tersangka tetap memaksa masuk dan terjadilah pembunuhan terhadap dr Handoyo dengan menggunakan parang.

Penganiayaan dimulai dari depan kamar tidurnya hingga dekat pintu dapur. Korban kemudian dibiarkan terkapar bermandikan darah oleh ketiga pelaku yang diduga bersekongkol dengan luka-luka mengenaskan di kepala, leher dan sebagian jari-jari tangan.

Kapolres Sumenep AKBP Drs Darmawan mengatakan, reka ulang sampai saat ini pihaknya belum mengetahui motif yang melatarbelakangi kasus tersebut.
"Tersangka masih tutup mulut," ujarnya. Karenanya, ia berharap, dari reka ulang ini akan terungkap motif dibalik aksi pembunuhan tersebut. (st2)

Sumber: Surya, 22/05/2007

Desak Amdal Ditinjau Ulang

Ekplorasi Migas Diduga Penyebab Sumur Warga Bau

Sumenep, Jawa Pos - Warga yang berada di sekitar pengeboran minyak dan gas (migas) di Desa Sadulang Besar dan Desa Sepanjang, Kecamatan Sapeken, mendesak pemerintah untuk meninjau ulang hasil analisis dampak lingkungan (amdal) ekplorasi migas di kecematan kepulauan tersebut. Masalahnya, setahun belakangan ini, masyarakat setempat sangat kesulitan untuk mendapatkan air yang bersih dan tawar.

Itu karena sumur-sumur milik warga mulai berbau dan rasanya asin. Mereka menduga, sumur-sumur itu tidak dapat digunakan lagi karena terkena dampak eksplorasi yang dilakukan perusahaan migas PT EMP Kangean Ltd tersebut.

Keluhan itu diungkapkan anggota DPRD Sumenep asal kepulauan, Bahrus Surur, kepada koran ini. Dia mengaku banyak menerima laporan tersebut dari masyarakat setempat dan kepala dusun bahwa sumur-sumur warga sudah tidak bersih dan berbau.

"Menurut kepala dusun, dari beberapa sumur yang ada di daerahnya, hanya ada 2 sumur yang masih bisa dipergunakan oleh masyarakat," ungkapnya. Selain itu, pohon kelapa yang biasanya tumbuh subur dan berbuah, kini mulai banyak mengering daunnya.

Ketika dia mengecek ke lapangan, kata dia, memang banyak pohon kelapa yang daunnya mengering dan jarang buahnya. "Sehingga, produksi kelapa di daerah itu turun sampai 60 persen," katanya. Sedangkan di daerah Sepanjang, sambungnya, tongkol pohon pisang banyak yang berwarna hitam dan membusuk.

Mereka menduga, kejadian itu akibat adanya eksplorasi migas yang dilakukan PT EMP Kangean Ltd. Karena itu, Bahrus Surur mendesak Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemkab Sumenep untuk meninjau ulang amdal dari ekplorasi migas di kepuluauan tersebut. Sebab, jika tidak dilakukan, dia khawatir masyarakat akan semakin sengsara akibat dampak dari ekplorasi tersebut.

"Ini sangat terkait dengan kehidupan dan perekonomian masyarakat di sana. Jadi, perlu ada tindakan konkret yang tegas, apakah memang benar ini akibat eksplorasi. Makanya, amdalnya perlu ditinjau ulang," harapnya.

Sementara itu, Plh Kepala Dinas Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemkab Sumenep, Ir Abdul Mutallib, ketika dikonfirmasi mengatakan, pihaknya berjanji akan mengeceknya. Apakah kejadian tersebut memang akibat alam atau amdal dari ekplorasi migas yang tidak beres.

Jika baunya sumur dan keringnya pohon kelapa warga setempat akibat eksplorasi migas, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat. Alasannya, yang mengeluarkan izin amdal kepada perusahaan migas itu adalah pemerintah pusat. "Kita akan proaktif untuk mengetahui kejadiannya. Kita akan minta tolong Pak Camat (camat Sapeken, Red)," tandasnya.

Namun demikian, dia menjelaskan, setiap 6 bulan ada evaluasi dan laporan amdal. Dari laporan itu, amdal ekplorasi migas di Kecamatan Sapeken itu masih baik. (zr)

Sumber: Jawa Pos, 18/05/2007

Tepis Anggapan Miring

Sumenep, Jawa Pos - Rasa pesimistis sejumlah kalangan terhadap kepengurusan Dewan Pendidikan Sumenep (DPS) yang baru terbentuk, ditepis oleh Ketua DPS Moh. Ilyasi Siraj. Dia yakin, kepengurusan DPS yang baru akan mampu meningkatkan perannya dalam dunia pendidikan di Sumenep.

Menurut dia, kepengurusan DPS yang tetap menggunakan wajah lama-sebanyak 13 anggota-masih punya hak sesuai AD/ART untuk menjadi anggota satu periode lagi. "Selama tidak mengajukan pengunduran diri, mereka punya kesempatan 1 periode. Karena mereka punya hak satu periode lagi," katanya.

Dijelaskan, dia mengambil pola maksimal dengan menambah 4 personil baru, karena dengan tambahan itu dinilai bisa memaksimalkan kinerja DPS. "Kita mengambil pola maksimal dan melibatkan unsur dudi (dunia usaha dan industri) yang memang diharapkan," jelasnya.

Anggota DPRD RI ini juga tidak pedulikan adanya anggapan orang bahwa komposisi kepengurusannya tidak akan mampu memerbaiki kinerja DPS. "Kita sudah berusaha semaksimal mungkin dengan mempertimbangkan kekurangan dan kelebihan. Sepanjang tidak dilarang, kenapa dipersoalkan? Kita akan ambil manfaatnya," ujarnya.

Sebenarnya, menurut adik kandung Bupati Sumenep M. Ramdlan Siradj ini, yang menilai kinerja dewan pendidikan kabupaten adalah Depdiknas RI. Dari hasil penilaian itu, ungkapnya, DPS mendapatkan nilai akreditasi A. Namun demikian, pihaknya masih tidak merasa puas dengan nilai itu, karena mungkin ukuran Depdiknas tersebut adalah administrasinya.

Dia berharap DPS diterima manfaatnya di tengah-tengah elemen pendidikan, seperti komisi D DPRD dan dinas pendidikan. Dia sadar, ada perbedaan yang mendasar antara DPS dengan komisi D dan dinas pendidikan. Komisi D dibentuk berdasarkan undang-undang, sedangkan DPS dibentuk oleh SK Mendiknas.

"Dari sisi legalitas dan out put-nya juga beda. Keputusan DPRD bersifat politik, sedangkan kita hanya rekomendasi yang tidak memiliki kekuatan mengikat," tandasnya.

Untuk itu, dia mengajak kepada semua pihak untuk berbagi peran bersama. DPS, kata dia, tidak akan mencampuri kewenangan DPRD maupun diknas. "Bermanfaat tidaknya DPS, tidaknya tergantung pada penggunanya," tuturnya.
VJika nantinya peraturan pemerintah (PP) peranserta masyarakat dalam pendidikan disahkan pemerintah, menurut Ilyasi, DPS akan menyesuaikan dengan aturan itu. "Tidak perlu dipandang terbentur. Jelas nanti perlu disesuaikan," katanya.(zr)
Sumber: Jawa Pos, 20/05/2007

Putusan Carok Terlalu Ringan

Pamekasan, Jawa Pos - Putusan 10 tahun 6 bulan penjara atas terdakwa H Baidowi, mantan Kepala Desa Bujur Tengah, Kecamatan Batumarmar, mendapat perhatian Kapolres Pamekasan AKBP R. Adang Ginanjar S. Pemegang tongkat komando tertinggi di polres itu menilai putusan atas H Baidowi terlalu ringan.

Pernyataan tersebut disampaikan Adang-sapaan Kapolres-kepada wartawan saat dimintai konfirmasi terkait putusan kasus carok masal, kemarin siang. Menurut dia, apabila dilihat dari nominal putusan, memang terkesan terlalu ringan.

"Putusan 10 tahun 6 bulan penjara untuk Baidowi dan beberapa terdakwa lainnya tampak terlalu ringan. Setidaknya, itu kalau diukur dari pekerjaan kita menangkap para pelaku carok masal," ujarnya.

Adang lalu menjelaskan, untuk mengungkap kasus carok masal, kepolisian mengerahkan semua tenaga dan kekuatan. Selain itu, kepolisian juga harus mengeluarkan banyak biaya untuk menangkap para pelaku yang sempat kabur.

Perwira kelahiran Tasikmalaya itu, misalnya mengungkap pengejaran salah seorang tersangka sampai ke luar pulau Madura. "Kalau pengejaran di pulau Madura saya kira sudah diubek-ubek. Kita mendengar ada tersangka yang akan ke Malaysia pun dikejar hingga ke Sumatera," katanya.

Mengenai pengejaran para tersangka kasus carok masal Desa Bujur Tengah ini juga dibenarkan oleh mantan Kasatreskrim AKP Sarpan. Perwira polisi yang kini menjabat Kapolsek Tlanakan itu menjelaskan, pengejaran tersangka carok masal memang tidak kenal lelah. "Kita kerahkan semua kemampuan untuk mengejar para pelaku yang kabur ke sejumlah tempat," kata Sarpan.

Itu sebabnya, baik Adang maupun Sarpan menyatakan, proses pengungkapan kasus carok masal telah berlangsung maksimal. "Saya kira kepolisian sudah maksimal bekerja mengungkap kasus carok masal. Makanya, dalam penyidikan pun pasal yang diterapkan dibuat berlapis dan relatif berat," jelas Adang.

Selain itu, sambungnya, pasca kasus carok masal, kepolisian masih bekerja ekstra membangun situasi di Desa Bujur Tengah agar kembali normal. "Kita pun sangat maksimal melakukan pengamanan di lokasi. Dan, Alhamdulillah sekarang ini mulai kembali aman," tukasnya.

Namun demikian, pihaknya mengaku sangat menghargai putusan pengadilan. Sebab, majelis hakim memiliki otoritas penuh dalam menyidangkan suatu perkara berdasarkan fakta persidangan.

Seperti diberitakan, Kamis (9/5) lalu, sedikitnya 3 terdakwa telah diputus majelis hakim. Ketiga terdakwa yang telah diputus tersebut antara lain, H Baidowi, mantan Kepala Desa Bujur Tengah; Matnasir, pendukung H Baidowi dan Manis alias H Imam, pendukung kelompok alm. H Mursyidin.

Dalam putusannya, majelis hakim menjatuhkan pidana penjara berbeda-beda kepada ketiga terdakwa. Untuk terdakwa H Baidowi divonis selama 10 tahun 6 bulan. Pertimbangannya, dakwaan primer pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dinilai tidak terbukti. Hanya pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan pasal 351 (3) tentang penganiayaan berat yang terbukti.

Putusan yang sama juga diberlakukan kepada Matnasir. Pendukung H Baidowi itu juga divonis 10 tahun 6 bulan penjara. Padahal, sebelumnya, kedua terdakwa dituntut hukuman 20 tahun penjara. Vonis yang lebih berat justru diberikan kepada Manis alias H Imam. Pendukung almarhum H Mursyidin itu justru divonis 12 tahun penjara. Dasarnya, dakwaan primer pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana terbukti.

Sementara itu, Yulianto SH, salah seorang JPU persidangan dengan terdakwa H Baidowi mengatakan, pihaknya masih tetap pada pikir-pikir untuk mengajukan perlawanan atas putusan majelis hakim. "Kita masih akan pelajari dan dalami lebih dulu sebelum mengajukan upaya hukum atau tidak," katanya.

Apalagi, sambungnya, selaku JPU, pihaknya masih memiliki waktu 14 hari untuk menyatakan sikap menerima atau melakukan perlawanan hukum. "Pasti, pokoknya pasti kita bersikap. Tapi, sekali lagi, menunggu dulu pendalaman putusan dari kami," pungkasnya. (zid)

Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 12 Mei 2007

Masa Tanam Tembakau Molor

Areal Naik 549 Hektare, Produksi Ikut Naik


Pamekasan, Jawa Pos - Masa tanam tembakau tahun 2007 dipastikan molor dari waktu yang diperkirakan. Jika semula masa tanam diperkirakan dimulai akhir April, namun hingga awal bulan Mei masa tanam belum dimulai. Sekalipun sudah ada yang memulai menanam, namun jumlahnya relatif kecil.


Molornya masa tanam tembakau 2007 ini diduga terkait sejumlah faktor. Di antaranya, kondisi cuaca dan iklim yang tidak menentu, maupun keterlambatan masa panen komiditi sebelumnya seperti tanaman padi.


Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Pamekasan M. Zainal Aripin membenarkan molornya masa tanam tembakau 2007. Menurutnya, molornya masa tanam akan berpengaruh pada rentang waktu masa panen tembakau. "Seharusnya bulan September sudah tuntas masa panen. Namun, kalau masa tanam lambat, masa panen tidak menutup kemungkinan juga terlambat," katanya kepada wartawan di ruang kerjanya, kemarin siang.


Berdasarkan pantauan tim dishutbun, ungkap Zainal, saat ini warga yang telah memulai masa tanam masih relatif kecil. "Diperkirakan, hingga saat ini, warga yang memulai masa tanam tidak lebih dari 2 persen dari total areal secara keseluruhan," tukasnya.


Adapun proyeksi tembakau 2007, luas arealnya diperkirakan mencapai 31.367 hektare atau meningkat 549 hektare dibanding tahun 2006 yang mencapai 30.818 hektare. Sedangkan produksinya, tahun 2007 diperkirakan mencapai 18.802, 2 ton, naik dari tahun 2006 yang mencapai 17.947 ton.


Mengenai proyeksi mutu tembakau, jelas Zainal, pihaknya tetap optimistis akan sangat bagus. Sebab, tembakau dari Madura, khususnya dari Pamekasan, memiliki corak yang khas dan sangat diperlukan pabrikan.


Namun demikian, petani secara umum harus benar-benar memperhatikan teknik budidaya tembakau. "Selama petani mengikuti anjuran dari dishutbun untuk menanam tembakau sesuai dengan teknik budidaya yang benar, saya yakin kualitasnya akan sangat bagus," tukasnya.


"Selain itu, tentunya, kualitas ini juga menyangkut situasi dan kondisi iklim. Namun, selama iklim juga bagus, kualitas juga akan sangat bagus. Karena itu, petani kita imbau agar benar-benar memperhatikan teknik budidaya yang baik dan benar," tambahnya.


Zainal menambahkan, petani tembakau hendaknya jangan mendahulukan masalah harga. Sebab, harga tembakau akan menyesuaikan kualitas. "Kalau kualitasnya memang bagus. Saya kira, harganya juga akan ikut bagus," pungkasnya. (zid)


Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 12 Mei 2007

PT Garam Bantah Dianggap Keberatan Libatkan Petani

Sumenep, Jawa Pos - PT Garam ternyata tidak mau dianggap keberatan untuk menyerahkan lahan pegaraman miliknya untuk digarap petani setempat. Dalihnya, sejak beberapa tahun lalu, PT Garam telah melakukan kemitraan dengan ratusan petani untuk menggarap sebagian lahan pegaramannya.


"Kita memang tidak mungkin menyerahkan semua lahan pegaraman untuk digarap oleh petani," tandas Kabag Hukum PT Garam Moh Farid Zahid. Kemarin, Farid juga mengaku, dalam forum pertemuan di Kantor Badan Koordinasi Wilayah IV Madura pada awal Maret lalu, pihaknya hanya menyiapkan 10 hektare lahan pegaraman non produktif untuk digarap petani di Sumenep; 78 hektare di Pamekasan; dan 43 hektare di Sampang.


"Itu tawaran final dalam rangka melibatkan petani untuk memproduksi garam. Tapi, sebenarnya, jauh hari sebelumnya, kita telah melibatkan petani di lingkungan sekitar," ujarnya.


Lahan pegaraman produktif dalam kacamata PT Garam adalah satu kesatuan lahan yang merupakan bagian dari proses produksi garam. Sedang produksi garam bagi PT Garam adalah amanat yang diberikan negara. "Jadi, kita tidak mungkin menyerahkan lahan pegaraman yang merupakan satu kesatuan itu untuk digarap petani. Sebab, jati diri keberadaan dan bisnis PT Garam adalah memproduksi garam nasional," tegasnya melalui telepon.


Farid mengungkapkan, angka-angka luas lahan pegaraman yang ditawarkan PT Garam dalam forum di Badan Koordinasi Wilayah adalah lahan pegaraman di luar satu kesatuan proses produksi garam. "Dalam konteks internal kita, lahan-lahan pegaraman itu yang disebut lahan non produktif. Tapi, sebenarnya, lahan pegaraman itu masih bisa difungsikan untuk memproduksi garam. Hanya saja lokasinya yang berada di luar satu-kesatuan proses produksi," tuturnya.


Farid juga membantah tudingan PT Garam keberatan lahan pegaramannya digarap oleh petani. Dalihnya, sejak beberapa tahun lalu, PT Garam telah melakukan kemitraan dengan petani di lingkungan sekitar. "Untuk Sumenep, sekitar 390 hektare lebih lahan pegaraman milik kita yang digarap oleh sedikitnya 400 petani untuk memproduksi garam di musim kemarau. Kita ini telah melibatkan petani untuk menggarap lahan pegaraman," tukasnya.


Usulan agar PT Garam melakukan bagi hasil dengan petani sebagai bentuk kerjasama sinergis? Farid menegaskan, pihaknya tidak akan mengotak-atik lahan pegaraman yang merupakan satu kesatuan proses produksi garam. Pasalnya, PT Garam mengemban tugas dari negara untuk memproduksi garam. "Kalau bagi hasil kan sama saja mengotak-atik lahan pegaraman produktif kita. Itu tidak bisa," pungkasnya mantap.


Seperti diberitakan, upaya mediasi yang dilakukan Badan Kordinasi Wilayah IV Madura atas munculnya rekomendasi Komisi II DPR RI tertanggal 27 September 2006 lalu, ternyata belum selesai. Rencananya, dalam waktu dekat, Bakorwil menggelar pertemuan kembali untuk membahas dan menuntaskan realisasi dari poin-poin rekomendasi Komisi II DPR. Utamanya, pada poin petani garam dilibatkan atau diberikan hak garap untuk memproduksi garam.


Kepala Bakorwil IV Madura H Makmun Dasuki menjelaskan, pihaknya memang diberi mandat oleh Gubernur Jatim H Imam Utomo agar menggelar pertemuan dengan Pemkab se-Madura (kecuali Bangkalan); PT Garam; dan petani garam untuk membahas realisasi dari rekomendasi dari Komisi II DPR RI. "Awal Maret lalu, kita telah duduk bersama. Tapi, pertemuan itu memang belum membuahkan hasil," terangnya di Sumenep (17/4).


Dalam pertemuan di awal Maret itu, lanjut Makmun, PT Garam ternyata hanya akan memberikan "secuil" lahan pegaraman untuk digarap oleh petani garam se-Madura. Rinciannya: hak garap bagi petani di Sumenep hanya seluas 10 hektare; 78 hektare di Pamekasan; dan 48 hektare di Sampang. "PT Garam secara prinsip agak keberatan menyerahkan lahan pegaramannya untuk digarap para petani," tukasnya pada koran ini.


Makmun juga mengungkapkan, pihaknya sebenarnya mengusulkan sebuah solusi yang lebih bernuansa adat. Yakni: pengelolaan lahan pegaraman milik PT Garam menggunakan sistem paron dan pertelon (Madura, Red) alias bagi hasil. "Kalau paron itu, petani yang menggarap termasuk membiayai proses produksi garam dan hasilnya dibagi dua dengan PT Garam. Saya menilai ini win-win solution," paparnya panjang lebar. (yat)


Sumber, Jawa Pos, Sabtu, 21 Apr 2007

PT Garam Tetap Tolak Permintaan Petani

Sumenep, Jawa Pos - Kemelut panjang lahan pegaraman antara PT Garam Persero dengan petani garam, tampaknya sulit diselesaikan. Pasalnya, masing-masing pihak tetap mempertahankan pendiriannya. Bahkan, pertemuan segitiga antara PT Garam, petani yang diwakili Yayasan Tanah Leluhur (YTL), dan Bakorwil IV di Pamekasan beberapa waktu lalu tidak menghasilkan apa-apa alias deaclock.


Kepada sejumlah wartawan saat jumpa pers di gedung Wisma Garam di Kalianget, kemarin, Kuasa Hukum PT Garam Wiyono Subagyo SH mengkui jika beberapa kali pertemuan segi tiga itu mengalami deadlock. "Memang dalam pertemuan itu, kita akui deadlock. Karena apa yang diinginkan kelompok petani yang diwakili YTL dengan kita tidak bisa ketemu dalam sebuah kesepakatan. Karena masing-masing berpegang pada pendiriannya," ujarnya.


Dalam pertemuan itu, lanjutnya, petani garam mengajukan permintaan kepada perusahaan untuk menggarap semua lahan yang dikuasai oleh PT Garam dan perusahaan hanya menerima hasilnya. Menurutnya, hal ini sangat mustahil dapat dikabulkan.


Sebenarnya, kata Wiyono, perusahaan sudah beretikad untuk menyelesaikan masalah ini. Bahkan, lanjutnya, jauh sebelum YTL lahir, PT Garam telah melakukan langkah-langkah kerjasama dengan masyarakat melalui program ramah lingkungan.


Program itu, jelas Wiyono, melibatkan penduduk sekitar untuk diikutsertakan di dalam proses pembuatan garam. Di samping tenaga, PT Garam juga juga memberikan 400 hektare lahan non produktif untuk di redistribusikan penggarapannya kepada eks pemilik yang dulu dibebaskan.


Kemudian juga, di musim penghujan PT Garam juga memberikan kurang lebih 1000 hektar kepada penduduk sekitar untuk dikelola. "Itu sampai hari ini terus berlangsung. Rupaya ini tidak pernah dilihat dan dianggap kita tidak punya etikad baik," katanya.


Menurutnya, PT Garam tidak dapat mengabulkan permintaan petani untuk menyerahkan seluruh lahan. Karena PT Garam oleh pemegang saham dalam hal ini pemerintah, masih dibebani untuk memberikan keuntungan kepada negara. "Kita (PT Garam, Red.) punya prinsip dan acuan dari pemegang saham, jangan sampai (kesepakatan dengan petani) mengganggu proses produksi," tegasnya. Dengan begitu, PT Garam akan tetap mempertahankan lahan tersebut.


Karena itu PT Garam hanya akan memberikan sebagian tanah untuk dikelola petani. Menurutnya, tanah yang masih mungkin di redistribusikan kepada petani hanya 10 hektar untuk Sumenep, Pamekasan seluas 78 hektar, dan Sampang 45 hektar.


Selain itu, PT Garam juga bekerjasama dengan Pelaba seluas 108 hektar dan Al Jihad seluas 190 hektar. "Kita sudah punya etikad baik, kita sudah berusaha mencari solusi yang paling baik," tegasnya. Wiyono merasa, selama ini PT Garam menjadi objek yang disalahkan. "Kita selalu hadir dalam pertemuan dan jadi objek, tapi kita diam. Karena menghargai. Walaupun saya sendiri dongkol, seakan-akan kita ini tidak ada benarnya. Di sisi lain, mereka membutuhkan konsep kerjasama," kesalnya.


Jika PT Garam harus mengikuti semua keinginan petani garam, maka tegas Wiyono, PT Garam bisa gulung tikar. "Ya kita bisa gulung tikar. Kecuali yang memerintahkan pemegang saham, kita tidak akan menolak. Kita hanya sebagai operator, pemiliknya pemegang saham," paparnya.


Soal rencana YTL akan mendesak Gubernur Jawa Timur untuk membatalkan sertifikat pengelolaan lahan garam se Madura, Wiyono mengatakan hal itu sangat sulit dilakukan. Diungkapkan, pada awal reformasi, keberadaan sertifikat itu pernah dimintakan kajian BPN pusat. Dari kajian itu, terangnya, prosedur dan peruntukan lahan garam tersebut sudah tepat. Jika harus ada pembatalan, maka tegasnya, yang paling berat adalah gubernur. Karena permohonan itu bukan hanya di atas meja, tapi pengukuran di lapangan dengan melibatkan unsur yang ada.


Hal senada juga dikatakan Kabag Hukum PT Garam Farid Zahid SH yang mendampingi Wiyono. Dia mengatakan, selama ini PT Garam telah berniat baik dengan selalu mengikuti pertemuan penyelesaian sengketa lahan pegaraman. Baik di tingkat kabupaten, provinsi, dan pusat.


Namun, jika tuntutan YTL masih tetap, yaitu meminta penggarapan seluruh lahan pegaraman, PT Garam tidak bisa mengabulkan. Kecuali, ada perintah dari pemegang saham. (zr)


Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 12 Mei 2007