Pengungsi Sampit di Pasar Keputran (4)

Terbiasa Bau Tak Sedap dan Bawang Putih Menyengat

Rasa kekeluargaan yang tinggi dimiliki oleh komunitas Madura dimanapun berada. Jika satu orang tertimpa kesusahan, yang lain akan menolong. Penghuni Pasar Keputran saling membantu untuk dapat bertahan hidup.

Selasa siang (8/1). Perempuan bernama Sa'diyah yang dibangunkan Matdu'i, beranjak ke kamar mandi umum di sebelah Utara lantai dua Pasar Keputran. Ajakan Matdu'i untuk ngobrol bareng ditolak. “Mandi dulu,” katanya seraya mengambil handuk dan peralatan mandi.

Matdu'i menjawab dengan anggukan kepala. Lalu, cerita bergulir lagi. “Saya dulu ingin ke Malaysia, ingin seperti kakak yang pergi ke Arab Saudi. Tapi, tidak jadi karena orang yang mau ajak sudah berangkat terlebih dulu. Makanya, saya ke sini,” ucap Matdu'i. Hanya delapan hari dia tinggal di tempat pengungsian di Sampang, Madura.

Matdu'i meninggalkan saudara dan ayahnya. Keinginan keluarga mendirikan sebuah rumah pupus. Tidak ada uang untuk mewujudkannya. Harta keluarga itu hilang bersamaan dengan seluruh keturunan yang sudah beranak pinak puluhan tahun di Sampit. Dulu, keluarga Matdu'i memiliki rumah panggung besar. Adiknya juga baru saja membangun rumah serupa di belakang rumah orangtuanya. Dua rumah berbahan kayu ulin itu hancur terbakar. Begitu pula lima ekor sapi yang milik Matdu'i. Mati terbantai. Kesedihan mereka bertambah dengan terbunuhnya seorang bibi yang tidak selamat dari kejaran orang Dayak.

Sementara itu, untuk menyambung hidup, sekarang mereka bekerja sebagai buruh tani atau nelayan. Untuk makan, nasi jagung atau ketela menjadi menu andalan. Nasi sudah jarang mereka makan. Kalau ada jatah bantuan dari pemerintah saja baru bisa dinikmati. Sepuluh kilogram per KK. Itu pun tidak rutin tiap minggu diberi.

Nasib Matdu'i sedikit lebih beruntung. Bersama orang Sampitan, sebutan orang Madura yang mengungsi dari Sampit, lainnya, Matdu'i tidur, mandi dan bekerja di lantai dua Pasar Keputran. Tawaran seorang teman Madura yang membawanya kemari. Semula, Matdu'i bekerja sebagai koki di Gresik. Kadang, dia mencari hiburan di Taman Hiburan Rakyat Surabaya. Ketika itulah, Matdu'i berdandan sebagai seorang perempuan.

Sebuah foto di etalase warungnya memperlihatkan gaya Matdu'i saat dandan. Rambut palsu sebahu menutupi rambut keriting kakunya. Bedak putih tebal melapisi kulit sawo matangnya. Lipstik merah tua, eye liner hitam, dan bulu mata palsu menambah kesan 'cantik'nya. “Tapi sekarang saya sudah jarang dandan. Hanya kalau ada kerjaan merias orang,” ungkap Matdu'i.

Usai mandi, dia sibuk membersihkan warung kecilnya. Wadah-wadah kotor bekas memasak dan makan masih tergeletak di atas meja. Lalat berterbangan di atasnya. Matdu'i membawa wadah kotor itu di ujung anak tangga teratas. Dengan cekatan, Matdu'i mulai menjerang air dalam panci di atas kompor, dan mencuci beras siap ditanak di dalam dandang. Air bekas cucian beras dibuang ke tumpukan wadah kotor di ujung tangga.

Sejenak dia berpamitan membeli tomat di lantai satu. Tomat merah itu hendak dibelah dan digoreng untuk bahan sambal penyetan. Menu tetap warung Matdu'i adalah nasi penyet tempe, bandeng atau lele. Tersedia pula kopi, teh, es Extra Joss, dan berbagai jenis minuman instan. Berkat Sa'diyah, Matdu'i jado mahir masak. Lebih pandai dari sebelumnya. Sa'diyah  pula yang membantu mencari meja dan bangku untuk warungnya.

“Buk Sa'diyah itu tetangga saya. Bisa bertahan hidup di sini ya berkat dia,” katanya sesampai di warung lagi. Tomat yang sudah digoreng ditaruh di sebuah wadah plastik.

“Kalau sudah ada pembeli baru dibuat sambalnya,” ucap Matdu'i. Air bersih yang dimasak untuk memasak dan minum sudah ditaruh dalam timba besar tertutup. Agar aman dari tangan jahil, semua barangnya dimasukkan pada kotak kayu yang terkunci. “Saya pernah kehilangan dandang dan panci,” ungkapnya. Tiga kompor kecil dibiarkan di luar,

Dari warung Matdu'i tercium bau tidak sedap dan kulit bawang putih yang menyengat. Bagi yang sudah terbiasa hidup di sana, bau itu tidak mengganggu nafsu makan. Namun, bagi yang tidak tinggal di sana, semoga bau sedap masakan Matdu'i mampu menimbulkan nafsu makan. (Marta Nurfaidah) >>bersambung

Sumber: Surya, Tuesday, 15 January 2008