Kepulauan Semakin Terisolasi

Akibat cuaca buruk dan tingginya gelombang air laut, yang terjadi sejak beberapa pekan terakhir ini, sejumlah kepulauan di wilayah Kabupaten Sumenep semakin terisolasi. Karena tidak ada kapal yang berani berlabuh di kepulauan, mengingat tingginya gelombang sudah mencapai 5 meter. Setelah menipisinya sembako, kini masyarakat di Kepulauan Sapeken dihantui kegelapan. Pasalnya, pihak PLN setempat sejak awal Februari memberlakukan pembatasan pemakaian listrik, hanya mulai pukul 18.00 WIB sampai pukul 24.00 WIB. Setelah itu, semua aliran listrik dimatikan total.

Kepala Sub PLN Ranting Pulau Sapeken, Rukmono mengatakan, sejak awal Februari pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang melayani 1.000 pelanggan sering padam. "Karena itu, kini kami berlakukan pembatasan pemakaian listrik hanya mulai pukul 18.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB," ujarnya.

Diakui Rukmono, kebijakan tersebut terpaksa ditempuh agar persediaan solar sebagai pembangkit PLTD bisa dimaksimalkan. "Bila nanti persediaan solar sudah normal, maka listrik akan kita hidupkan terus," ujarnya. Menurut Rukmono, pihaknya beberapakali berupaya untuk mendapatkan pengiriman BBM secara normal, namun selalu gagal. Kendati perahunya dipaksakan berangkat mengambil BBM solar ke Sumenep, tetapi butuh waktu lama karena perjalanannya yang membahayakan.

Bahkan satu perahu yang biasa mengangkut BBM, kini terpaksa bersandar di Pulau Kangean karena tak bisa berlayar lagi akibat ombak yang tinggi. "Biasanya setiap dua hari BBM datang. Tapi sekarang bisa empat hari saja belum tentu, karena ombaknya yang bisa mencapai 5 meter," lanjutnya.

Sementara itu, sejumlah masyarakat setempat bergotong royong membantu PLTD agara tetap bisa hidup, dengan cara memberi pinjaman solar jatah untuk kapal.
Sebab selama ombak masih tinggi, nelayan setempat tidak ada yang berani berlayar sehingga jatah solarnya bisa dialihkan ke PLTD. "Saat ini solar bantuan pinjaman warga sudah terkumpul 40 drum. Bantuan itu akan diminta kembali bilamana stok BBM PLTD sudah datang," ujar H Dailami, tokoh masyarakat Pulau Sapeken, Senin (18/2). (st2)

Sumber: Surya, Tuesday, 19 February 2008