Kurban dan Hikmahnya.


     
            Ibadah kurban atau yang lebih dikenal dengan sebutan “الأضحية ” adalah kambing  yang disembelih di waktu dhuha pada hari raya Adha dengan maksud mendekatkan diri kepada allah[1]. Semua ulama telah bersepakat bahwa hewan yang akan dikurbankan boleh dari binatang ternak yang lain seperti unta, sapi, domba, dan kambing kacang.   Adapun hukumnya adalah sunnah muakkad atau sunnah yang sangat dianjurkan menurut pendapat jumhur ulama,bersandarkan dengan hadits rasulullah dari Ummu Salamah :
 “jika sudah memasuki  10 hari  dari bulan Dzulhijjah, dan diantara kalian ada yang mau berkurban, maka baginya untuk tidak mengambil beberapa dari rambut  hewan kurbannya , dan dari  kukunya.[2]
Allah azza wa jalla telah menjadikan ibadah kurban sebagai dari ajaran agama islam, agar dengan hal tersebut  kaum muslimin bisa mendekatkan diri kepada rabbnya, serta bisa mendapatkan ampunan dan keridhoannya, juga sebagai kaffarat (tebusan) atas segala dosa dan perilaku buruk yang telah  ia perbuat. Ibadah kurban disyariatkan sebagai lahan pembiasaan ikhlas di dalam diri manusia baik dalam perkataan maupun perbuatan. Oleh sebab itu, bagi orang muslim diwajibkan dalam berkurban hanya untuk menyebut nama allah semata, dan tidak diperbolehkan untuk menyebut atau mempersembakan kurbannya kepada selain allah, seperti halnya diterangkan oleh allah swt dalam al- qur’an
قل إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين ° لا شريك له وبذلك أمرت وأنأ أول المسلمين (الأنعام : 162)
            Artinya : “Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk allah tuhan semesta alam’. Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama- tama menyerahkan diri (kepada allah)”. (QS. Al- an’am :  162).
            Maka dengan niat yang tulus untuk beribadah kepada allah , melatih jiwa kaum muslimin untuk selalu berperilaku ikhlas dalam kesehariannnya, sehingga bisa mendapatkan esensi takwa yang dimaksudkan oleh allah dalam ayat al- qur’an, yang berbunyi :
لن ينال الله لحومها ولا دماؤها ولكن يناله التقوى منكم ( الحاج : 37)
Artinya : “Daging – daging unta dan darahnya itu sekali- kali tidak dapat mencapai (keridhaan) allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya  (Al- Hajj : 37).  
            Orang- orang musyrik berkurban dengan hewan kurbannya untuk dipersembahkan kepada sesembahan berhala mereka, dengan harapan diberi kemudahan dalam rezeki dan untuk menolak kemudlaratan yang akan menimpa mereka, berbeda dengan orang muslim yang berkurban tidak untuk dipersembahkan kepada berhala, melainkan ditujukan hanya untuk mendekatkan diri pada allah semata, dan beribadah kepada – Nya, karena pada hakikatnya islam mengikat antara “hewan kurban” yang disembelih dengan ketaqwaan hati seseorang, oleh karena itu tujuan dari disyariatkannya ibadah kurban ini tidak lain adalah untuk mencapai esensi takwa itu sendiri, adapun proses penyembelihan dan pelaksanaannya hanya sebagai lambang yang mengungkapkan kecintaan dan ketaatan seorang muslim  kepada rabbnya.
            Ibadah kurban dalam historisnya juga membawa kaum muslimin pada “dzikraa fida’, yaitu keikhlasan nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya Ismail demi mentaati perintah yang diturunkan oleh allah didalam mimpinya :
يا بني اني أرى في المنام أني أذبحك فانظر ماذا ترى (الصافات : 102)
            Artinya : ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu !’’(QS. As- shaffat : 102).
Sampai pada ayat
وفديناه بذبح عظيم (الصافات : 107)”.
Artinya : ’ Dan kami menebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (QS. As- shaffat : 107)
Maka dalam hal ini seorang muslim dibawa untuk merenungi salah satu tanda dan bukti kekuasaan allah ketika ia menggantikan Ismail dengan seekor sembelihan (kambing) yang diturunkan dari surga.
            Selain hal diatas, ibadah kurban juga bisa dijadikan sarana untuk lebih bisa mendekatkan diri kepada allah dengan bersedekah memberi makanan kepada orang- orang miskin dan meringankan beban orang- orang yang lemah.
 Maka barang siapa yang dikaruniai oleh allah berupa nikmat harta dan kekayaan, tidak alasan baginya untuk meninggalkan ibadah yang penuh dengan sarat hikmah dan mengandung pesan sosiologis ini, meskipun dalam bidang ini “jumhuurul ulama” telah bersepakat bahwa hokum menunaikan ibadah kurban adalah sunnah muakkadah. Hal itu disebabkan karena esensi harta yang dimiliki manusia pada hakikatnya adalah harta yang digunakan semasa hidupnya, sedangkan harta yang akan ditinggalkan adalah warisan bagi keluarganya.
يا أيها الناس أنتم الفقراء إلى الله والله عني الحميد ° إن يشأ يذهبكم ويأت بخلق جديد ° وما ذلك على الله بعزيز °
Artinya : “Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia- lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. ika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah. (QS. Faatir : 15 - 17)  



[1] -  Abu Bakr Jabir al Jazairi, Minhaj al- Muslim, Bab 14 Qurban dan Aqiqah, Beirut cet. 1999 hal 260.
[2] - Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab hewan kurban : bab 7 no. 39\ 1977.