Usulkan Nama Pulau Kosong

Sumenep, Surabaya Post - Gara-gara hilangnya sekitar 40 ribu m2 wilayah Sumenep dalam pemetaan laut yang dilakukan Badan Kordinasi Survey Laut Nasional (Bakorsultanal) tahun ini, ternyata membuat pukulan telak bagi Pemerintah Kabupaten Sumenep. Kini Pemkab lewat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tengah mengajukan pengesahan nama 126 pulau itu kepada Departemen Dalam Negeri (Depdagri)
di Jakarta. Diduga hilangnya luas wilayah Sumenep, seperti yang dipetakan Bakorsultanal, salah satunya diduga tidak adanya nama atas 126 pulau tersebut.

Menurut Kepala Bappeda Sumenep, Ir H Sungkono Sidik SSos MSi, Pemkab kini tengah mempersiapkan berbagai dasar hukum dan bukti lainnya, agar luas wilayah Sumenep kembali kepada jumlah 50 ribu m2. Disamping itu Pemkab kini tengah merancang pengukuran secara bersama-sama dengan Bakorsultanal, sehingga ditemukan luas wilayah Sumenep secara pasti. "Pengukuran yang kami lakukan nanti, akan memperjelas luas wilayah Sumenep. Sebab jika kami diam, maka khawatir merugikan masyarakat Sumenep dikemudian hari," ujarnya, Sabtu (23/6).

Setelah menemukan luas wilayah yang akurat, menurut mantan Asisten II itu, akan dilanjutkan dengan penetapan yang dilakukan Mendagri. Penetapan Mendagri , diharapkan dilanjutkan dengan adanya pengakuan bahwa Sumenep sebagai kabupaten kepulauan. Sebab fakta di lapangan, wilayah Sumenep adalah wilayah kepulauan, dengan jumlah pulau di atas 150 pulau, meski dalam UU No. 20/1950, Sumenep tidak disebutkan sebagai kabupaten kepulauan. "Kita coba menggugat fakta dilapangan bahwa kita adalah kabupaten kepulauan," paparnya.

Untuk kegiatan pengukuran ulang, lanjut mantan Kepala PUD Sumenep itu, biayanya akan dibebankan ke APBD lewat Perubahan Anggaran Keuangan. "Dewan sudah setuju untuk kegiatan pengukuran ulang dan pengalokasian anggaran," ujarnya.

Menyinggung tentang beredarnya kabar banyak pulau di perairan Sumenep yang hilang akibat pengambilan pasir laut secara membabi buta, dia menegaskan, hingga kini belum ada pulau yang hilang, semua pulau-pulau yang masuk wilayah Kabupaten Sumenep sudah terdata dan tidak ada yang hilang.

Ketika ditanya tentang penamaan pulau-pulau yang di usulkan ke Mendagri, menurut dia, nama pulau yang baru diberi dari usulan masyarakat desa terdekat dengan pulau tersebut. (far)

Sumber: Surabaya Post, 24/06/07

Anak Panti Dapat Bantuan Kebutuhan Dasar

Pamekasan, Surabaya Post - Sebanyak 84 Panti Sosial di Pamekasan tahun 2007 ini mendapat bantuan program Subsidi Tambahan Biaya Pemenuhan Kebutuhan Dasar dari Departemen Sosial. Bantuan itu berupa dana untuk membeli kebutuhan makanan dan lauk pauk agar kebutuhan dasar hidup anak asuh tercukupi. Jumlah dana yang diterima panti sosial di pamekasan untuk rogram ini mencapai Rp 1,7 miliar. Program ini akan berlangsung selama tiga tahun.

Kepala Kantor Sosial Pamekasan, Ahmad Ali, mengatakan, dalam program bantuan ini setiap panti sosial mendapat bantuan Rp 20,9 juta untuk memenuhi kebutuhan 25 orang anak asuh. Rinciannya untuk setiap anak per hari mendapatkan subsidi bantuan rata-rata Rp 2.300. "Karena anggaran yang ada terbatas, maka tiap panti hanya mendapat jatah 25 orang, ini ketetapan dari Depsos pusat langsung," katanya, Sabtu (23/6).

Dibandingkan dengan daerah tingkat II lain di Jatim, bantuan untuk Pamekasan ini terbesar. Meski demikian jika dibandingkan dengan kebutuhan masih jauh. Yang mendapat banatuan tahun ini hanya sekitar 2.100 anak asuh. Padahal jumlah anak asuh panti sangat banyak. "Jumlah Panti Sosial tahun ini sekitar 200 panti, dan setiap panti punya 100 orang lebih anak asuh. Jadi masih banyak yang belum kebagian," terangnya.

Untuk menciptakan pemerataan, ia telah menetapkan teknis pemberian bantuan itu dilakukan secara bergiliran. Masing-masing panti hanya mendapat giliran selama tiga tahun berturut-turut, setelah itu diganti dengan panti lain.

"Program ini telah dilakukan sejak tahun 2001 lalu, dengan teknik bergiliran ini, maka sudah ada panti yang telah menerima tiga kali, sehingga tidak perlu terima lagi, ada yang masih dua kali dan ada yang baru satu kali," katanya.

Ia menambahkan, untuk menghindari ada kesalahan pengunaan bantuan itu, beberapa hari lalu Kantor Sosial Pamekasan telah melakukan penyuluhan kepada masing-masing pengelola panti sosial terkait dengan teknis dan penggunaan dana bantuan tersebut. (mas)

Sumber: Surabaya Post, 24/06/2007

Razia HP Siswa SMAN I Blega

Bangkalan, Surabaya Post - Petugas gabungan Satpol PP, Polres Bangkalan, Dinas P dan K, dan instansi terkait menggelar razia di SMAN 1 Blega, Selasa (19/6) siang. Sasarannya handphone (HP) siswa, guna mengantisipasi maraknya peredaran gambar porno melalui telepon seluler. Razia digelar pada jam istirahat seusai ulangan semester akhir siswa kelas I dan II. Hal ini agar tidak mengganggu kegiatan siswa di kelas dalam mengerjakan soal ulangan kenaikan kelas.

Razia mendadak itu sempat membuat siswa terkejut. Pasalnya operasi seperti itu tidak pernah diduga sebelumnya. Saat berada di lokasi, petugas minta izin kepada pihak sekolah untuk melakukan razia. Operasi pertama petugas gabungan memeriksa HP siswa yang disimpan di ruang guru. Saat ujian, siswa tidak boleh membawa HP ke ruang kelas.

Dari 92 unit HP yang diperiksa petugas, tidak satupun berisi gambar mesum seperti yang dikhawatirkan selama ini. Yang ditemukan hanya foto pribadi dan video klip lagu Indonesia maupun barat.

"HP-nya bersih. Tidak ada gambar-gambar terlarang (porno, Red)," kata Kasatpol PP Bangkalan,
H Achmad Faji SH MM, saat dikonfirmasi disela-sela razia HP pelajar SMAN 1 Blega.

Usai memeriksa HP, petugas masuk ke ruang kelas. Petugas gabungan memeriksa satu-persatu tas siswa berjumlah sekitar 450-an. Lagi-lagi petugas tidak menemukan barang yang terlarang. "Kita tidak menemukan apa-apa," kata Faji didampingi Kepala Seksi Ketertiban Kantor Satpol PP Bangkalan, M Afendy SH MM.

Meski tidak menemukan HP dengan gambar senonoh, namun petugas menemukan seorang siswa yang membawa rokok di dalam kelas. "Untuk tahap awal razia HP dikalangan siswa ini sengaja kami lakukan di sekolah-sekolah pinggiran, seperti di Blega ini. Nanti kegiatan yang sama kita teruskan ke sekolah-sekolah lain hingga di perkotaan,” tegasnya. (kas)

Sumber: Surabaya Post

Mahasiswa Bentrok dengan Polisi

Pamekasan, Surya - Unjuk rasa mahasiswa di kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan, Rabu (6/6) pagi, diwarnai bentrok fisik.

Para aktivis yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Bersatu (KMB) bentrok dengan polisi. Saat terjadi saling dorong, Wakapolres Kompol Muliaji WSD terjungkal.

Para mahasiswa demo menolak pungutan uang praktikum. Mereka membawa sejumlah poster dan replika keranda bertuliskan turut berduka cita atas matinya kemanusiaan di STAIN, Mereka juga berorasi bergantian.

Syaiful Anam Ghan, korlap demo, mengatakan para aktivis marah karena polisi menghalangi mereka bertemu dengan petinggi STAIN. "Ini kampus kami, mahasiswa berhak melakukan apapun di sini. Seharusnya polisi tidak boleh masuk kampus," teriak Syaiful.

Kompol Muliaji meminta para demonstran tertib. Namun, para aktivis berupaya menerobos barisan petugas. Tak lama kemudian ada mahasiswa yang kesakitan terkena hantaman. "Bagaimana Pak Polisi kok malah memukul mahasiswa," ujar Syaiful. Saling dorong kembali berlanjut.

Melihat pengunjuk rasa mengarah brutal, Kasat IPP Pamekasan, AKP Rahwini, dan Kapolsek Tlanakan, AKP Sarpan, berusaha menenangkan mereka. Ketua STAIN, Maritul Qibtiyah Harun, mengatakan tidak bisa berbuat apa-apa, karena pungutan dana praktikum itu keputusan pusat berdasar Keputusan Menteri Agama. "Maaf kami tidak mau berbicara panjang lebar lagi. Sudah kami jelaskan, STAIN Pamekasan tidak berhak mencabut kebijakan itu, kecuali pusat," ungkap Mariatul Qibtiyah. (st30)
Sumber: Surya, Thursday, 07 June 2007

Dua TKI Asal Sumenep Meninggal di Malaysia

Sumenep, Surya - Duka TKI seolah tiada henti. Dua TKI asal Sumenep, Madura, dikabarkan meninggal dunia di Malaysia. Namun, hingga saat ini penyebab kematiannya belum jelas. Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sumenep, Drs H Madani MSi, Senin mengemukakan, pihaknya telah menerima surat dari Malaysia tertanggal 23 Mei 2007 dan tidak menjelaskan penyebab kematian dua orang TKI itu. "Dalam surat menyebutkan Dinas Tenaga Kerja diminta mengurus persyaratan kedua TKI itu," kata Madani di Sumenep, Senin (18/6).

Dua TKI tersebut adalah: Mastuni, 28, warga Desa Tambak Agung Tengah, Kecamatan Ambunten; dan Tasani, 33, warga Desa Suko Jeruk, Kecamatan Masalembu. Untuk mengetahui penyebab kematian keduanya, ia mengaku akan melakukan koordiansi dengan Badan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI), agar peristiwa tersebut tidak  terulang. Ia menambahkan, keberangkatan dua TKI itu tidak melalui rekomendasi Dinas Tenaga Kerja Sumenep, melainkan melalui daerah lain dan mereka akan memperoleh dana santunan dari pemerintah Malaysia. "Kita tidak tahu pasti, kapan sampai di Sumnenep, yang jelas semua administrasi kita persiapkan," ucapnya.

Sumber: Surya

Wilayah Sumenep Susut

Dari 50 Ribu Meter2 Jadi 9.300 Meter2

Sumenep - Kasus perebutan batas wilayah antara Kabupaten Sumenep dengan Provinsi Jawa Timur, tampaknya, menjadi pelajaran berharga bagi legislatif maupun eksekutif. Sengketa Blok Maleo antara Sumenep dan provinsi itu memacu anggota dewan dan eksekutif untuk menelorkan peraturan daerah (perda) tentang batas wilayah.

Sejumlah anggota dewan mengusulkan agar pemkab memiliki perda yang mengatur tentang batas wilayah kabupaten ujung timur Madura itu. Sebab, dari data peta Kabupaten Sumenep di Bakorsultanal, luas wilayah kabupaten dengan banyak pulau ini berkurang.

Jika sebelumnya luas wilayah laut Kabupaten Sumenep sebesar 50 ribu meter2, namun di saat ini luas wilayahnya hanya 9.300 meter2. Hal ini diungkapkan anggota DPRD Sumenep, Malik Effendi, kepada koran ini setelah beberapa waktu lalu mendatangi Bakorsultanal di Jakarta.

"Tanggal 14 Juni 2007 lalu saya ke Bakorsultanal. Ternyata di peta itu (wilayah Kabupaten Sumenep) hanya 9.300 m2. Saya protes ke Bakosurtanal. Kita punya lex generalis UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU 33/2005 tentang Perimbangan Keuangan," katanya.

Seharusnya, kata politisi PAN ini, luas 9.300 m2 itu bukan batas wilayah, tapi zona ekonomi ekslusif (ZEE) Sumenep. Sedangkan zona teritorialnya 50 ribu m2. "Ini sesuai dengan UU. Batas wilayah itu merupakan batas wilayah dari pulau terluar," tandasnya.

Jika Sumenep mengikuti peta Bakorsultanal, maka wilayah di dalam wilayah kabupaten akan ada wilayah provinsi dan nasional. "Jadi, akan bolong-bolong. Misalnya, jarak dari Sumenep ke Kangean saja, maka di tengahnya ada wilayah provinsi dan nasional. Apalagi ke Masalembu," tukasnya.

Padahal, sambungnya, wilayah teritorial itu masuk perairan Sumenep dan dilayani transportasi kabupaten. Sehingga, dampaknya luar biasa, akan terjadi social shock bagi masyarakat ketika daerahnya bukan lagi milik Sumenep. Hal itu juga berdampak dalam sektor ekonomi masyarakata.

Menurut Malik, jika batas teritorial tidak segera di selesaikan, akan banyak dampak negatif yang akan menimpa Sumenep. Diantaranya perolehan APBD, karena salah satu variabel dalam perolehan APBD adalah 15 persen dari luas laut.

Selain itu, masuknya sejumlah wilayah Sumenep ke wilayah lain akan berdampak terhadap ekonomi yang sangat luar biasa bagi masyarakat. Termasuk akan menimbulkan kepanikan sosial setelah masyarakat tahu bahwa daerahnya tidak masuk wilayah Sumenep.

Untuk itu, tegas Malik, salah satu upaya yang harus dilakukan dewan adalah pembentukan peraturan daerah tentang penentuan batas-batas teritorial Sumenep. Bahkan, jika perlu, dalam penyusunan perda nanti melibatkan tim ahli.

"Jadi harus ada peraturan daerah. Insya Allah, kita akan membentuk pokja (kelompok kerja) di DPRD. Dengan perda itu, maka bisa mengubah peta Sumenep, karena yang digunakan azas legalitas hukumnya," terangnya.

Sementara itu, Wakil Bupati Sumenep, Moh. Dahlan, juga punya pemikiran yang sama. Dia juga berharap, ada ketentuan batas wilayah yang merupakan tindak lanjut dari ketentuan perundang-undangan, termasuk peraturan pemerintah (PP). "Ini kewajiban dari daerah untuk menjelaskan aturan itu. Jangankan daerah, negara saja batas daerah ditandai dengan patok," paparnya.

Sehingga, sambungnya, batas wilayah daerah maupun negara tidak jelas. "Ketika terjadi perebutan wilayah, baru kemudian membahas batas wilayah. Jadi, sekarang mari kita berpikir," katanya.

Wabup mengharapkan, batas wilayah Kabupaten Sumenep ditetapkan dalam ketentuan yang mengikat dan ada dasar hukumnya. Menurut dia, pembentukan perda itu tidak terlambat. "Saya kira tidak terlambat. Ayo kita benahi batas wilayah kita," tandasnya. (zr)

Selasa, 19 Juni 2007

Mantan Kepala Dinas PU Ditahan

Sumenep, Surya - Sejak Rabu (20/6), mantan Kepala Dinas PU Pengairan Sumenep, Ir H Edy Mustika MM, dan Mulyadi, rekanan, ditahan di Mapolres. Mereka disangka korupsi Rp 2,5 miliar.

Yang diduga dikorupsi adalah dana proyek pengadaan mesin penggerak dan pompa turbin pada APBD 2005. Kapolres Sumenep, AKBP Drs Darmawan, mengatakan, dua tersangka digiring ke sel dengan diantar keluarga masing-masing. "Ada cukup bukti bahwa mereka terlibat korupsi. Karenanya, mereka kami tahan," ujar kapolres, Selasa (20/6).

Darmawan yang baru enam bulan menjabat di Sumenep mengatakan, penahanan itu merupakan perintah langsung Kapolri Jenderal Sutanto.

Kepala Satuan Reserse Kriminil, AKP Mualimin SH, saat mendampingi Kapolres menambahkan, hingga kini tersangka Edy Mustika masih diperiksa. Ada sekitar 120 pertanyaan diajukan penyidik dalam rentang waktu hampir 24 jam.

Polisi telah menunjuk kuasa hukum tersangka, yakni advokat senior Sumenep, Achmad Novel. Penunjukan dilakukan karena sejak awal pemeriksaan, tersangka tidak engajukan kuasa hukum.

Achmad Novel mengatakan telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan kliennya kepada kapolres. Alasannya, tersangka adalah kepala dinas, kepala rumah tangga, dan ketua umum Perssu, yang keberadaannya sangat dibutuhkan di masing-masing lembaga.

Kapolres menolak permohonan itu. "Sesuai perintah Kapolri, dalam tindak pidana korupsi tidak ada penangguhan penahanan. Tidak ada tawar-menawar lagi," tegasnya.

Dua tersangka ditahan, setelah polisi mendapatkan hasil audit BPKP Jatim 30 Mei 2007 yang isinya menegaskan ada kerugian keuangan negara atas dalam proyek pengadaan mesin penggerak pompa turbin 2005. Hasil audit BPK menyebutkan, dari dana proyek Rp 2,5 miliar, terdapat kerugian negara Rp 523 juta. (st2)
Sumber: Surya, Thursday, 21 June 2007

Bangun Sekolah Baru dan Ruang Kelas Baru

Bangkalan, Surabaya Post - Pemerintah Kabupaten Bangkalan melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mengantisipasi ledakan jumlah siswa baru yang akan melanjutkan ke sekolah ke jenjang lebih tinggi. Agar siswa lulusan SD dan SMP bisa tertampung di sekolah negeri, pada tahun anggaran 2007 telah menambah unit sekolah baru (USB) dan ruang kelas baru (RKB). Untuk RKB dari anggaran APBD, dan USB dari APBN.

"Kita siapkan RKB bagi SMA agar bisa menyerap pendaftar siswa baru dari lulusan SMP. Khususnya SMA di kota Bangkalan, karena daya tampung SMA tidak berbanding lurus dengan jumlah lulusan SMP," kata Kadis P dan K Bangkalan, Drs H Affandy MM, Senin (18/6).

Sedangkan untuk mengantisipasi ledakan pendaftar siswa baru dari lulusan SD ke SMP, pemerintah akan membangun USB. Namun sekolah baru tidak dibangun di perkotaan. Melainkan di beberapa kecamatan yang memiliki APK rendah. "Pada tahun 2007 ini, pemerintah akan membangun 6 unit SMP baru di 6 kecamatan yang APK-nya rendah. Yaitu di Konang, Kokop, Geger, Tanah Merah, Sepulu, dan Kwanyar," ujarnyai.

Diperkirakan, tahun ini anggarannya (APBN) sudah turun dan pekerjaan fisiknya bisa dilaksanakan. Karena ditergetkan pada tahun ajaran baru mendatang (tahun 2008) 6 sekolah baru itu sudah bisa memulai penerimaan murid baru.

Affandy menjelaskan, pembangunan USB di 6 kecamatan itu sebagai upaya untuk mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) 9 tahun yang telah di programkan pemerintah. Karena belum memenuhi target yang ditetapkan pemerintah.

"Insya Allah, tahun 2008 nanti target penuntasan wajar dikdas 9 tahun bisa terlampaui. Karena di Jatim sudah tidak lagi menetapkan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Melainkan sudah melangkah pada wajib belajar 12 tahun," jelasnya.

Selain USB bagi SMP, di Bangkalan juga sedang menyiapkan USB SMK. Dan sesuai program Nasional, perbandingan SMA dan SMK juga berbeda. Jika sebelumnya 60% untuk SMA dan 40% untuk SMK. Namun ke depan, perbandingan itu akan dibalik. Yakni 30% untuk SMA dan 70% untuk SMK.

Mengapa? Program itu bertujuan untuk menyiapkan sumber daya manusia siap pakai. Karena rata-rata, lulusan (setara) SMA menginginkan bekerja. "Kalau lulusan SMA, kebanyakan ingin bekerja di pemerintahan. Sementara, peluang itu (bekerja di pemerintahan, Red) sangat terbatas. Tapi kalau SMK kan bisa siap pakai karena sudah memiliki keahlian," tukas Affandy

Kedepan, ujarnya, di Bangkalan akan dibangun SMK baru. Namun lokasinya masih dikaji. Sebab pemerintah siap membantu pembangunan gedung SMK baru jika pemerintah kabupaten menyiapkan lahan seluas 3 ha atau minimal 2,5 ha. (kas)

Sumber: Surabaya Post, Senin 18/06/2007

Permendagri 8/2007 Cacat Hukum

Said: Ukur Ulang Posisi Blok Maleo


Sumenep, Jawa Pos - Kekecewaan atas munculnya Peratura Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2007 yang langsung menyatakan sumur migas Blok Maleo di Perairan Gili Genting masuk wilayah Provinsi Jatim, juga dilontarkan anggota DPR RI asal Madura, MH Said Abdullah. Bahkan, politisi asal PDI Perjuangan ini menilai, Permendagri 8/2007 adalah produk yang cacat hukum. "Ada sebuah proses yang tidak dilalui atas keluarnya permendagri ini," ujarnya, kemarin.


Dalam diktumnya, Permendagri 8/2007 tidak mencantumkan pertimbangan teknis dari Departemen Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM). Padahal, Departemen ESDM merupakan lembaga resmi pemerintah yang mengurusi minyak dan gas bumi (migas). "Sumenep juga tidak diajak secara partisipatif dalam proses pengukuran posisi Blok Maleo yang diklaim masuk wilayah Provinsi Jatim," tandasnya melalui telepon genggam.


Said mendesak Depdagri (Dirjen Pemerintahan Umum, Red) melakukan pengukuran ulang batas wilayah Sumenep sebagai kabupaten kepulauan dengan melibatkan Bakorsutanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). "Berdasarkan peta wilayah yang saya ketahui dan pelajari, Blok Maleo itu berada di wilayah 3.1 mil. Jadi, Depdagri seharusnya melakukan ukur ulang bersama Bakorsutanal," desaknya.


Apalagi, ada contoh penetapan batas wilayah yang ditetapkan Depdagri ternyata bermasalah. Yakni, lokasi pengeboran minyak di Kabupaten Ogan Komering (Sumatra Selatan) dan Kabupaten Breu (Kalimantan Timur). "Sebelumnya, titik pengeboran minyak itu ditetapkan oleh Depdagri sebagai milik provinsi. Tapi setelah dilakukan survei faktual di lapangan, justru menunjukkan masih berada di wilayah kabupaten," sergahnya.


Permendagri 8/2007 yang muncul secara tiba-tiba dan menetapkan Blok Maleo di Perairan Gili Genting masuk Provinsi Jatim, menurut wakil ketua Komisi VIII DPR RI ini, sangat aneh dan cenderung ada sesuatu yang pantas dikhawatirkan. "Permendagri 8/2007 harus dicabut. Kita harus segera dan bersama-sama memperjuangkan untuk mengembalikan Blok Maleo yang memang milik Sumenep ke tangan yang benar," tandasnya.


Jika Permendagri 8/2007 dibiarkan begitu saja alias tidak segera dicabut, masyarakat Sumenep akan selamanya menjadi penonton di rumah sendiri yang sangat dirugikan dalam sudut pandang mana pun, utamanya ekonomi. "Untuk menghindari hal-hal tak diinginkan, saya berharap DPRD segera menggagas peraturan daerah tentang daerah kepulauan. Bukan lagi Sumenep sebagai daerah daratan yang punya kepulauan," pungkas Said.


Sedang anggota Komisi B, DPRD Sumenep, Syaiful Bahri, mengatakan, saat rapat bersama dengan Asisten Pembangunan dan Ekonomi Setkab Sumenep Djasmo, Kepala Bappeda Soengkono Sidik, dan Kepala Kantor ESDM Moh, Fadhillah beberapa waktu lalu, pihaknya sepakat menolak Permendagri 8/2007. "Kita akan melakukan perlawanan pada permendagri itu. Kita juga kaget kok Blok Maleo tiba-tiba masuk Provinsi Jatim," terangnya.


Selain itu, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan DPR RI untuk mempertanyakan sekaligus bentuk perlawanan atas pada Permendagri 8/2007 "Jujur saja, kita juga emosi melihat fakta yang tercantum dalam permendagri itu. Blok Maleo itu masuk wilayah kita (Sumenep, Red), tepatnya di Perairan Gili Genting, Kecamatan Gili Genting," tanas politisi PKB ini melalui telepon genggamnya. (yat)


Sumber: Jawa Pos, 03/06/07/2007

Permendagri 8/2007 Cacat Hukum

Ukur Ulang Posisi Blok Maleo
Sumenep, Jawa Pos - Kekecewaan atas munculnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2007 yang langsung menyatakan sumur migas Blok Maleo di Perairan Gili Genting masuk wilayah Provinsi Jatim, juga dilontarkan anggota DPR RI asal Madura, MH Said Abdullah. Bahkan, politisi asal PDI Perjuangan ini menilai, Permendagri 8/2007 adalah produk yang cacat hukum. "Ada sebuah proses yang tidak dilalui atas keluarnya permendagri ini," ujarnya, kemarin.


Dalam diktumnya, Permendagri 8/2007 tidak mencantumkan pertimbangan teknis dari Departemen Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM). Padahal, Departemen ESDM merupakan lembaga resmi pemerintah yang mengurusi minyak dan gas bumi (migas). "Sumenep juga tidak diajak secara partisipatif dalam proses pengukuran posisi Blok Maleo yang diklaim masuk wilayah Provinsi Jatim," tandasnya melalui telepon genggam.


Said mendesak Depdagri (Dirjen Pemerintahan Umum, Red) melakukan pengukuran ulang batas wilayah Sumenep sebagai kabupaten kepulauan dengan melibatkan Bakorsutanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). "Berdasarkan peta wilayah yang saya ketahui dan pelajari, Blok Maleo itu berada di wilayah 3.1 mil. Jadi, Depdagri seharusnya melakukan ukur ulang bersama Bakorsutanal," desaknya.


Apalagi, ada contoh penetapan batas wilayah yang ditetapkan Depdagri ternyata bermasalah. Yakni, lokasi pengeboran minyak di Kabupaten Ogan Komering (Sumatra Selatan) dan Kabupaten Breu (Kalimantan Timur). "Sebelumnya, titik pengeboran minyak itu ditetapkan oleh Depdagri sebagai milik provinsi. Tapi setelah dilakukan survei faktual di lapangan, justru menunjukkan masih berada di wilayah kabupaten," sergahnya.


Permendagri 8/2007 yang muncul secara tiba-tiba dan menetapkan Blok Maleo di Perairan Gili Genting masuk Provinsi Jatim, menurut wakil ketua Komisi VIII DPR RI ini, sangat aneh dan cenderung ada sesuatu yang pantas dikhawatirkan. "Permendagri 8/2007 harus dicabut. Kita harus segera dan bersama-sama memperjuangkan untuk mengembalikan Blok Maleo yang memang milik Sumenep ke tangan yang benar," tandasnya.


Jika Permendagri 8/2007 dibiarkan begitu saja alias tidak segera dicabut, masyarakat Sumenep akan selamanya menjadi penonton di rumah sendiri yang sangat dirugikan dalam sudut pandang mana pun, utamanya ekonomi. "Untuk menghindari hal-hal tak diinginkan, saya berharap DPRD segera menggagas peraturan daerah tentang daerah kepulauan. Bukan lagi Sumenep sebagai daerah daratan yang punya kepulauan," pungkas Said.


Sedang anggota Komisi B DPRD Sumenep, Syaiful Bahri, mengatakan, saat rapat bersama dengan Asisten Pembangunan dan Ekonomi Setkab Sumenep Djasmo, Kepala Bappeda Soengkono Sidik, dan Kepala Kantor ESDM Moh, Fadhillah beberapa waktu lalu, pihaknya sepakat menolak Permendagri 8/2007. "Kita akan melakukan perlawanan pada permendagri itu. Kita juga kaget kok Blok Maleo tiba-tiba masuk Provinsi Jatim," terangnya.


Selain itu, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan DPR RI untuk mempertanyakan sekaligus bentuk perlawanan atas pada Permendagri 8/2007 "Jujur saja, kita juga emosi melihat fakta yang tercantum dalam permendagri itu. Blok Maleo itu masuk wilayah kita (Sumenep, Red), tepatnya di Perairan Gili Genting, Kecamatan Gili Genting," tanas politisi PKB ini melalui telepon genggamnya. (yat)


Sumber: Jawa Pos, 03/06/2007

Pertahankan Blok Maleo

Sumenep, Jawa Pos - PDI Perjuangan Sumenep meminta pemkab dan DPRD secepatnya melakukan kebijakan dan langkah konkret guna mempertahankan sumur migas Blok Maleo di Perairan Gili Genting yang tercatat menjadi milik Provinsi Jatim berdasarkan Permendagri Nomor 8 Tahun 2007. "Pemkab dan DPRD harus all out. Sebab, secara teritorial, Blok Maleo itu masuk wilayah Sumenep," ujar Ketua DPC PDI Perjuangan, Hunain Santoso, kemarin.

Apalagi, menurut dia, jauh hari sebelum Blok Maleo berproduksi, masyarakat di sekitar rig telah mendapat dampak ’negatif" sebagai konsekuensi atas upaya eksplorasi dan ekspoitasi migas. "Kawasan di sekitar rig menjadi lokasi terlarang bagi nelayan setempat untuk mencari ikan. Artinya, dampak dari Blok Maleo telah dirasakan masyarakat kita. Masak kita hanya menerima dampak jeleknya saja?" sergahnya.

Permendagri 8/2007, lanjut anggota Komisi A DPRD Sumenep ini, pada satu sisi boleh dibilang menafikkan keberadaan dan keutuhan wilayah Pemkab Sumenep. Padahal, wilayah sebuah pemerintah telah ditetapkan oleh peraturan dalam lembaran resmi. "Imbas dari Blok Maleo telah dirasakan oleh masayarakat kita. Apalagi, lokasinya juga masuk wilayah kita. Jadi, kita wajib untuk mempertahankannya," tandasnya.

Karena itu, pihaknya akan berusaha mengajak anggota komisi A lainnya untuk membongkar lagi peraturan daerah (perda) yang mengatur batas-batas wilayah perairan Sumenep. Sehingga, upaya mempertahankan Blok Maleo punya legitimasi hukum. "Kalau di perda menyebutkan Blok Maleo itu wilayah Sumenep dan Permendagri 8/2007 dinyatakan milik Pemprov Jatim, yak apa jadinya?" pungkasnya.

Seperti diberitakan kemarin, Komisi B DPRD Sumenep akan mendatangi Depdagri di Jakarta. Hal ini menyusul turunnya Permendagri Nomor 8 Tahun 2007 tentang Daerah Penghasil Migas. Pasalnya, aturan baru itu dianggap merugikan daerah terhadap kepemilikan sumur migas di daerah. Selain itu, legislatif menilai, permendagri itu bersebrangan dengan UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur tentang pembagian daerah penghasil migas. Buntut keluarnya permendagri itu bakal mengancam kepemilikan daerah terhadap salah satu sumur migas, yaitu Blok Maleo di perairan Gili Genteng.

Berdasar permendagri yang baru keluar bulan Pebruari 2007 yang lalu ini, maka sumur gas tersebut akan menjadi milik Provinsi Jawa Timur. Padahal, menurut komisi B dan pemkab, blok tersebut merupakan milik daerah. Sebab, jika sumur tersebut menjadi milik kabupaten ini, maka daerah ini akan mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp 100 miliar sampai Rp 240 miliar dari blok tersebut. (yat)
Sumber: Jawa Pos, 02/06/2007

Sumenep Bakal Pertahankan Blok Maleo

Sumenep, Jawa Pos - Komisi B berencana akan "ngluruk" Departemen dalam Negeri (Depdagri) di Jakarta. Hal ini menyusul turunnya Permendagri No 8 Tahun 2007 tentang daerah penghasil migas. Pasalnya, aturan baru itu dianggap merugikan daerah terhadap kepemilikan sumur migas di daerah.

Selain itu, legislatif menilai, permendagri itu bersebrangan dengan UU 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang mengatur tentang pembagian daerah penghasil migas. Buntut keluarnya permendagri itu bakal mengancam kepemilikan daerah terhadap salah satu sumur migas, yaitu Blok Maleo di perairan Gili Genteng.

Berdasar permendagri yang baru keluar bulan Pebruari 2007 yang lalu ini, maka sumur gas tersebut akan menjadi milik Provinsi Jawa Timur. Padahal, menurut Komisi B dan pemkab, blok tersebut merupakan milik daerah. Untuk itu, komisi B bertekad akan mengembalikan hak daerah terhadap sumur yang dipastikan menghasilkan 75 juta M3 migas per hari.

Sebab, jika sumur tersebut menjadi milik kabupaten ini, maka daerah ini akan mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp 100 miliar sampai Rp 240 miliar dari blok tersebut. "Ini (blok Maleo, Red.), akan tetap kita pertahankan," ujar Wakil Ketua Komisi B Jamaluddin SE kepada koran ini, kemarin.

Bahkan, komisi ini merencanakan akan melakukan klarifikasi dan konsultasi ke Depdagri. Karena semestinya, kata Jamal, terbitnya permendagri itu harus dilalui dengan berbagai peraturan pemerintah sebagai penjabaran dari UU 32 Tahun 2004 terkait daerah penghasil migas. "Permendagri itu terbit tanpa ada penetapan PP kepada wilayah daerah penghasil. Jadi permendagri itu bertentangan dengan UU 32/2004," paparnya.

Sebab, ternyata dalam permendagri baru itu langsung mengklaim bahwa Blok Maleo yang saat ini digarap PT Santos itu milik provinsi. Sehingga, tahun 2006 dan 2007 ini, Sumenep tidak mendapat apa-apa.

Dijelaskan, dalam UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah, pemkab mempunyai kewenangan mutlak untuk mengelola potensi daerahnya. Namun dengan lahirnya Permendagri Nomor 8/2007 tentang daerah penghasil migas, kata dia, ada peluang untuk pemprov dan pusat mengintervensi atau mengelola migas yang ada di daerah.

Diakui, saat ini pihaknya masih terus mengkaji aturan-aturan yang mendasari itu semua. "Kita ingin presure kita membuahkan hasil. Yang pasti kita akan memperjuangkan itu. Karena nilai yang harus diberikan kepada daerah antara Rp 100 miliar sampai Rp 240 miliar untuk partisipasi interest (PI). Itu merupakan 10 persen dari hasil penjualan gas di Blok Maleo," tukasnya.

Menurutnya, jika hal ini tidak diperjuangkan, maka daerah akan kehilangan pemasukan yang cukup besar. "Akan kita lakukan semua langkah, mulai dari protes sampai klas action, sampai berhasil. Apapun alasannya, pemkab harus mempertahankan wilayah penghasil migas kita," tegas Jamal.

Namun, sayangnya koran ini tidak berhasil mendapatkan informasi lebih detil tentang masalah itu dari Kepala Kantor ESDM Sumenep, Drs Fadhillah. Sebab, ketika dikonfirmasi sejumlah wartawan kemarin di gedung dewan, dia menghindar. "Tidak usah, semua sudah dibahas di komisi B," katanya sambil lalu meninggalkan wartawan.

Sedangkan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD) Sumenep H Ahmad Masuni SE MM kepada koran ini mengakui, dengan permendagri itu, maka kabupaten ini akan kehilangan Blok Maleo. Karena dalam aturan itu ukuran 4 mil ke atas itu milik provinsi.

"Saya tidak tahu secara tehnis, yang tahu itu ESDM. Hasil migas itu ditanda tangani kepala ESDM, saya hanya masalah pendapatannya," ujarnya. Namun, jika permendagri itu benar-benar diterapkan, maka Sumenep tidak akan mendapatkan apa-apa dari sumur gas tersebut. "Memang ada lifting (hasil produksi gas), akan tetapi tidak masuk kepada kas daerah," akunya. Dia juga sepakat jika eksekutif dan legislatif melakukan upaya lobi-lobi pemerintah pusat untuk memperjelas masalah ini. "Perlu ada suatu kejelasan dengan melakukan konsultasi ke pusat, agar hasil migas itu masuk ke daerah," tegasnya. (zr)

Sumber: Jawa Pos, 01/06/2007

Tempat Berkumpulnya Seniman Bangkalan

Lokasinya di Ujung Gang, Ada Berbagai Suvenir Madura

Untuk mendapatkan suvenir khas berbagai daerah di Madura, tidak perlu mengelilingi seluruh Pulau Garam. Di tempat para seniman Bangkalan kongkow, berbagai kerajinan etnik Madura hampir semuanya ada. Dan, bisa dibeli.

Di sebuah rumah di ujung gang itu, dipajang mulai pecut, clurit hias, anyaman akar, batik Madura hingga pakaian adat Madura, semua ada. Harganya pun terjangkau. Begitu jika juga ingin kerajinan berkualitas tinggi, juga disediakan. Tentu saja lebih mahal, sesuai dengan kualitasnya.

Tempat yang disebut Tresna Art itu letaknya memang agak ekslusif. Tersembunyi, namun mudah ditemukan. Lokasinya berada di ujung sebuah gang kecil di Jalan KH M. Kholil Bangkalan. Saat masuk gang, kita langsung tahu arah menuju lokasi toko seni ini, karena hampir sepanjang gang dicat dengan artistik.

Saat masuk lokasi, hampir semua barang seni khas Madura yang ada bisa dilihat. Barang-barang itu hasil karya dan kreasi para seniman Bangkalan.

Tresna Art menjadi semacam wadah kreasi para seniman Madura yang ada di Bangkalan. Topeng yang biasanya terdapat di darah Sumenep, hingga camilan khas Pamekasan, dan miniatur perahu yang banyak terdapat di Kabupaten Sampang, bisa ditemukan di tempat kumpul seniman ini.

Tempat ini selalu dijadikan jujugan Dinas Pariwisata Bangkalan, ketika ada wisatawan yang ingin mencari suvenir. Bahkan, Puteri Indonesia 2006 dan peserta Miss Universe asal Indonesia, Nadine Candrawinata, pernah datang ke tempatnya seniman ini.

Menurut Saluki, salah satu seniman dan perajin odeng, tempat memang jadi lokasi seni. Itu karena para seniman Bangkalan selama ini memang tidak punya wadah dan tempat berkumpul untuk mengaktualisasikan jiwa seni mereka.

Kemudian, karya para seniman makin banyak yang terkumpul. Jadilah lokasi itu sebagai tempat belanja seni, ketika para seniman mengomersilkan hasil karya mereka.

Namun, selain hasil kerja tangan terampil seniman, ada juga barang pabrikan yang dipajang dan dijual. Misalnya, kaos bergaris merah putih khas Madura dan baju serta celana gombor hitamnya. "Biar lengkap, semua yang khas Madura di tempat ini," kata dia.

Tempat pajang kerajinan seni tersebut saat ini masih ditata sederhana di bekas garasi sang pemilik rumah. "Karena tempat ini masin banyak dikunjungi wisatawan yang diantar dinas pariwisata, saat ini di sini sedang dibuat semacam pendapa kecil untuk memajang barang seni khas Madura," kata Saluki.

Dia berharap, suatu saat tak hanya seniman perupa yang bisa mengaktualisasikan karyanya. "Kalau ada tempat, para seniman musik dan tari tradisional Madura, juga harus dapat tempat agar bisa melestarikan kesenian khas Madura," harapnya. (RISANG BIMA WIJAYA)

Sumber: Jawa Pos, 18/05/2007

Pimpinan Dewan Dilaporkan Terima Rp 9 M

Sampang, Surya - Wakil Ketua DPRD Sampang, KH M Hasan Asy'ari, dilaporkan terlibat penyelewengan dana pemulangan pengungsi, kasus yang telah menyeret dua pejabat pemerintah kabupaten dan tiga anggota LSM ke Rutan Medaeng.

Hasan menyanggah kebenaran laporan itu. "Tindakan lima orang yang melaporkan saya ke KPK, merupakan perbuatan pencemaran nama baik. Saya akan melaporkan mereka ke polisi," tegasnya, Senin (28/5).

Diberitakan sebelumnya, bantuan pemerintah untuk pemulangan pengungsi kerusuhan Sampit di Sampang diduga dikorupsi. Pemerintah mengucurkan dana Rp 215 miliar bagi 86.000 pengungsi. Namun, sebagian dana itu tidak sampai ke tangan pengungsi,
sehingga ada 5.219 KK atau 23.000 jiwa pengungsi yang belum bisa dipulangkan ke Sampit.

Kasus korupsi ini telah menyeret Asisten II Sekkab Sampang, Drs Mohammad Ruslan MM, dan Bendahara Kantor Kessos, Catur Edi, ke Rutan Medaeng. Mereka disusul tiga anggota LSM FK4, yakni Drs Abdul Wahid (ketua), Shohibul Hidayah (sekretaris), dan
Sanirun (bendahara).

Hasan yang juga Ketua DPC PPP Sampang mengatakan, ia dilaporkan telah menerima aliran dana pengungsi sebesar Rp 9 miliar lewat FK4 untuk melobi sejumlah pejabat di kejati dan kejagung agar tidak memproses kasus penyimpangan dana pemulangan
pengungsi.

Menurut Hasan, tindakan para pelapor yang akhirnya memicu rumor di masyarakat itu sudah mengarah ke fitnah dan pembohongan publik. Selain itu, juga merupakan pembunuhan karakter. Karenanya, ia akan melaporkan mereka ke polisi. "Saya sudah
kantongi nama, alamat, dan fotokopi KTP mereka," tuturnya.

Dalam surat ditujukan kepada KPK, para pelapor menyatakan bahwa ketika dana pemulangan pengungsi tahap V cair pada Mei 2006, Hasan didatangi Abdul Wahid. Ketua FK4 ini mengantarkan uang Rp 9 miliar yang dimasukkan dalam kardus bekas bungkus laptop.

Hasan menegaskan, baik selaku pribadi maupun pimpinan dewan, ia tidak turut campur dalam urusan dana pemulangan pengungsi. "Wah, kalau dapat uang Rp 9 miliar, saya kaya raya. Padahal, saya mau mencalonkan diri sebagai bupati saja tidak bersedia,
karena tidak punya uang," paparnya.

Diperiksa

Sementara itu, terkait kasus korupsi dana pemulangan pengungsi, mantan bupati, Fadilah Budiono, diperiksa sebagai saksi di Kejaksaan Tinggi, Senin (28/5). Fadilah datang sekitar pukul 21.00 WIB tanpa didampingi pengacara.

Kepada wartawan, ia mengaku tidak tahu-menahu mengenai aliran dana pengungsi. Menurutnya, dana ABPN itu langsung masuk ke kas Pemimpin Proyek yang kemudian diserahkan kepada dinas kessos, sebelum dikucurkan ke LSM FK4. "Saya hanya tanda tangan. Soal pembagian dana, saya tidak tahu," katanya.

Meskipun demikian, penyidik mengantongi informasi bahwa Fadilah diduga kuat turut membidani pembentukan LSM FK4. Sejauh mana kebenaran informasi itu, Kapenkum Kejati Jatim Mulyono SH menyatakan. "Yang jelas, saat ini dia diperiksa sebagai saksi."
(st30/iut)

Sumber: Surya, 29/05/07

Bukit Gegger Diusulkan Terima Anugerah Wisata

Bangkalan, Jawa Pos - Penghargaan Anugerah Wisata Tahun 2006 yang telah diraih, tidak menyurutkan langkah Pemkab Bangkalan untuk kembali mendulang prestasi sama. Saat ini, pemkab mengusulkan Bukit Gegger sebagai nominasi penerima Anugerah Wisata Tahun 2007. Dataran tertinggi di Madura ini diusulkan ke Dinas Pariwisata Jatim setelah menjadi salah satu lokasi andalan wisata alam. Di lokasi tersebut ditetapkan sebagai daerah camping ground (perkemahan) dan hiking (pendakian).

"Untuk mendukungnya, pemerintah kabupaten telah membangun berbagai infrastruktur. Mulai dari tangga masuk, jalan menuju pasarean, dan gazebo," kata Kepala Kantor Pariwisata Bangkalan RAJ Dra Sri Darijah Sundari kepada koran ini, kemarin. "Selaininfra struktur penunjang, pemkab juga membangun fasilitas umum. Seperti, tandon air dan toilet untuk kebutuhan pengunjung. Di Bukit Gegger itu lokasinya kan berada di dataran tinggi dan tidak ada mata air. Sehingga pemkab membuat tandon air berikut jaringan pipa untuk memasok air dari sumber mata air di bawah," ujarnya.

Sundari menjelaskan, Bukit Gegger bisa menjadi tujuan lokasi wisata alam andalan Bangkalan. Apalagi di lokasi tersebut punya latar belakang legenda bahwa penduduk pertama di Madura berada di Bukit Geger. Selain itu, di tempat tersebut kondisi alamnya masih asri.

Sekadar diketahui, di puncak Bukit Gegger terdapat beberapa situs sejarah. Seperti, Makam Tunjung Sekar (Potre Koneng), Goa Putra, Goa Putri, Goa Planangan, serta beberapa makam keramat.

Meskipun sudah banyak fasilitas yang dibangun, namun lokasi tersebut masih butuh penambahan. Seperti, pagar pengaman batu kursi. Sebab, lokasi berada di tepi bukit terjal, sehingga sangat membahayakan pengunjung. (tra)

Sumber : Jawa Pos

Desak Amdal Ditinjau Ulang

Ekplorasi Migas Diduga Penyebab Sumur Warga Bau

Sumenep, Jawa Pos - Warga yang berada di sekitar pengeboran minyak dan gas (migas) di Desa Sadulang Besar dan Desa Sepanjang, Kecamatan Sapeken, mendesak pemerintah untuk meninjau ulang hasil analisis dampak lingkungan (amdal) ekplorasi migas di kecematan kepulauan tersebut. Masalahnya, setahun belakangan ini, masyarakat setempat sangat kesulitan untuk mendapatkan air yang bersih dan tawar.

Itu karena sumur-sumur milik warga mulai berbau dan rasanya asin. Mereka menduga, sumur-sumur itu tidak dapat digunakan lagi karena terkena dampak eksplorasi yang dilakukan perusahaan migas PT EMP Kangean Ltd tersebut.

Keluhan itu diungkapkan anggota DPRD Sumenep asal kepulauan, Bahrus Surur, kepada koran ini. Dia mengaku banyak menerima laporan tersebut dari masyarakat setempat dan kepala dusun bahwa sumur-sumur warga sudah tidak bersih dan berbau.

"Menurut kepala dusun, dari beberapa sumur yang ada di daerahnya, hanya ada 2 sumur yang masih bisa dipergunakan oleh masyarakat," ungkapnya. Selain itu, pohon kelapa yang biasanya tumbuh subur dan berbuah, kini mulai banyak mengering daunnya.

Ketika dia mengecek ke lapangan, kata dia, memang banyak pohon kelapa yang daunnya mengering dan jarang buahnya. "Sehingga, produksi kelapa di daerah itu turun sampai 60 persen," katanya. Sedangkan di daerah Sepanjang, sambungnya, tongkol pohon pisang banyak yang berwarna hitam dan membusuk.

Mereka menduga, kejadian itu akibat adanya eksplorasi migas yang dilakukan PT EMP Kangean Ltd. Karena itu, Bahrus Surur mendesak Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemkab Sumenep untuk meninjau ulang amdal dari ekplorasi migas di kepuluauan tersebut. Sebab, jika tidak dilakukan, dia khawatir masyarakat akan semakin sengsara akibat dampak dari ekplorasi tersebut.

"Ini sangat terkait dengan kehidupan dan perekonomian masyarakat di sana. Jadi, perlu ada tindakan konkret yang tegas, apakah memang benar ini akibat eksplorasi. Makanya, amdalnya perlu ditinjau ulang," harapnya.

Sementara itu, Plh Kepala Dinas Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemkab Sumenep Ir Abdul Mutallib ketika dikonfirmasi mengatakan, pihaknya berjanji akan mengeceknya. Apakah kejadian tersebut memang akibat alam atau amdal dari ekplorasi migas yang tidak beres.

Jika baunya sumur dan keringnya pohon kelapa warga setempat akibat eksplorasi migas, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat. Alasannya, yang mengeluarkan izin amdal kepada perusahaan migas itu adalah pemerintah pusat. "Kita akan proaktif untuk mengetahui kejadiannya. Kita akan minta tolong Pak Camat (camat Sapeken, Red," tandasnya.

Namun demikian, dia menjelaskan, setiap 6 bulan ada evaluasi dan laporan amdal. Dari laporan itu, amdal ekplorasi migas di Kecamatan Sapeken itu masih baik. (zr)

Sumber: Jawa Pos, 18 Mei 2007