Jaring Mini Trawl Serbu Perairan Bangkalan

Nelayan Resah, Desak Kamladu Gelar Patroli

Tiga hari belakangan ini, angin kencang dan ombak besar mulai reda. Kondisi ini dimanfaatkan nelayan di wilayah Bangkalan untuk turun melaut. Namun nelayan yang mencari ikan di perairan Bangkalan resah. Sebab nelayan luar mulai berani menepi dengan menebar jaring mini trawl. Jika dibiarkan, masalah ini bisa memicu bentrok antar-nelayan.

Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, para nelayan berharap petugas keamanan melakukan patroli laut. Langkah itu diperlukan untuk menghalau nelayan luar menjaring ikan dengan alat tangkap mini trawl.

"Kasihan nelayan, lebih sebulan tidak melaut. Tapi, baru tiga hari mencari nafkah, mereka dibuat resah karena nelayan luar masuk ke perairan Arosbaya menggunakan jaring mini trawl," kata Jumali, Ketua Rukun Nelayan Kecamatan Arosbaya, kepada wartawan koran ini, kemarin.

Jika dibiarkan, kata Jumali, bisa terjadi bentrok antar-nelayan. Karena itu, petugas Kamladu diminta berpatroli diperairan untuk menghalau nelayan yang menggunakan mini trawl.

"Kalau ada petugas, nelayan yang pakai mini trawl tidak akan berani menepi. Kami tidak mempersoalan mereka ditangkap atau tidak. Yang penting petugas segera berpatroli," terang Jumali.

Dikonfirmasi masalah tersebut, Kasatpol Air Bangkalan Aiptu Santoso menegaskan, pihaknya rutin melakukan patroli di perairan. Namun Satpol Air tidak bisa berpatroli sampai ketengah. Sebab armadanya tidak memungkinkan.

"Untuk berpatroli ke tengah, kita masih menghadapi kendala keterbatasan sarana (kapal, Red). Sebab kapal patroli yang kita miliki tidak mampu menghadapi gelombang. Kalau dipaksa bisa tenggelam," terang Santoso.

Untuk menghalau nelayan pengguna mini trawl, terangnya, pihaknya bersama petugas Kamladu (kemanan laut terpadu) berpatroli hingga di laut Karang Jamuang. Kalau ada nelayan pakai mini trawl, kita tangkap. "Tapi, kebanyakan nelayan kabur ketika melihat kapal patroli," ujar Santoso. (tra/ed)

Sumber: Jawa Posw, Rabu, 27 Feb 2008

Sumur Minyak Gas Oyong Lepas

Jadi Milik Provinsi, Minta Pemkab Tanggung Jawab

Sumur minyak dan gas (migas) Oyong di perairan lepas pantai Camplong akhir lepas dari Sampang. Berdasarkan hasil pengukuran ulang titik ordinat, sumber migas itu milik Provinsi Jawa Timur.

Kabag Perekonomian Pemkab Sampang Drs Sisyono menyatakan, pemkab sudah maksimal memerjuangkan sumur Oyong agar menjadi milik Sampang. Bahkan, dia menunjukkan surat tugas dari Depdagri yang berisi pengukuran ulang titik ordinat sumur Oyong yang dilakukan beberapa waktu lalu.

"Saya sudah melibatkan tim independen dari ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya). Hasilnya sama, antara hasil hitung BP Migas dengan tim dari ITS tersebut," terangnya.

Hasil pengukuran ulang tersebut; titik ordinat sumur Oyong terletak di 4,3 mil lepas pantai Sampang. "Sesuai dengan undang- undang, jika letaknya 1 mil sampai 4 mil, masuk wilayah kabupaten. Jarak 4 mil sampai 12 mil masuk wilayah provinsi. Meskipun hanya selisih 0,3 mil dari ketentuan yang berlaku, sumur Oyong tetap masuk ke wilayah provinsi," jelasnya.

Penetapan ordinat sumur Oyong ini mendapatkan reaksi keras dari LSM SP2M (Studi Pengembangan dan Pemberdayaan Masayarakat). Ketua SP2M Drs Hernandi Kusumahadi menyayangkan langkah pemkab bersama tim pengukuran letak ordinat yang kurang maksimal. "Saya kira mereka kurang memerjuangkan sumur Oyong tersebut menjadi miliki Sampang," ujarnya.

LSM yang tergabung dalam APPLIKADE (Aliansi Penyelamat Lingkungan dan Aset Daerah) memertanyakan hasil dari pengukuran yang melibatkan tim independen tersebut. Alasannya, pada saat proses pengukuran ulang tim independen dari ITS hanya sebatas tim tamu. "Sementara yang mengondisikan adalah dari BP Migas. Berarti kan tidak ada pembandingnya," ujarnya.

Pria yang juga salah seorang anggota KPUD Sampang ini mensinyalir, terlepasnya sumur Oyong disebabkan dualisme posisi Pj Bupati Sampang yang sekaligus adalah asisten I Tata Praja Sekprov Jatim. "Saya sejak awal sudah menyangsikan dia (PJ Bupati Chusnul Arifien Damuri, Red) akan lebih mengedepankan kepentingan Kabupaten Sampang dari pada kepentingan propinsi," ujarnya.

Menurut dia, jika pemkab mau konsisten memerjuangkan aset daerah tersebut, seharusnya merangkul semua elemen masyarakat untuk memertahankannya. "Seandainya hal tersebut dilakukan, maka sumur Oyong akan tetap dimiliki Sampang. Hal ini bisa mencontoh Kabupaten Bojonegoro dan Sumenep," ujarnya.

Dia berharap, ke depan ada evaluasi konkret dari pemkab bersama semua elemen masyarakat untuk mengembalikan sumur Oyong menjadi milik Sampang lagi. Sebab, yang akan merasakan dampak secara langsung dari aktivitas eksplorasi migas di sumur Oyong adalah masyarakat Sampang. Sehingga perlu ada kompensasi yang layak bagi mareka.

Mengenai sinyalir LSM SP2M tersebut, Suyono mengatakan, pengukuran ulang titik ordinat sumur Oyong sudah dikonsultasikan dengan Pj Bupati Sampang Chusnul Arifien Damuri. "Pj Bupati saat itu berjanji akan maksimal memerjuangkannya. Bahkan, yang meminta untuk melakukan pengukuran ulang ordinat tersebut adalah Pj Bupati. Beliau juga meminta agar pengukuran dilakukan di titik tersurut. Namun hasilnya sama saja," katanya.

Namun, hasil pengukuran sumur Oyong berada di luar wilayah. "Saya justru mensinyalir, ordinat di 4,3 mil tersebut hanyalah sumurnya saja. Sementara reservoir (daerah yang mengandung migas) berada di wilayah kita (Sampang)," ujarnya.

Kalaupun perkiraan itu benar, dia menyatakan tidak bisa memaksakan diri. Sebab, UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 menyebutkan bahwa titik ordinat adalah titik di mana mata sumur dibor. "Jika hal itu benar, maka harus memerjuangkan revisi atas UU tersebut,"ujarnya.

Begitu juga mengenai kompensasi untuk daerah yang terkena dampak langsung eksplorasi. "Itu tidak diatur dalam UU. Makanya, daerah seperti Sampang yang paling dekat dengan sumber hanya mendapatkan jatah sama seperti Pacitan yang tidak punya sumur," urainya.

Pembagian tersebut, jelasnya, didasarkan ketentuan bagi hasil 85 persen untuk pusat, 10 persen provinsi. Sedangkan 5 persen untuk 36 kabupaten di Jawa timur.

Tapi, dia berjanji terus berusaha bersama tim pemkab agar masyarakat Sampang yang terkena dampak langsung dari eksplorasi bisa mendapatkan kompensasi yang layak. Dia mengungkapkan, saat ini tim sudah mendapatkan titik terang adanya kompensasi dari kegiatan eksplorasi sumur Oyong bagi masyarakat.

"Dalam waktu dekat tim kabupaten dan provinsi akan dipanggil ke Dirjen Pemerintahan Umum untuk membicarakan hal itu," ujarnya. (c2/mat)

Sumber: Jawa Pos, Kamis, 21 Feb 2008

Kapal Tak Juga Berlayar

Penumpang Duduki Kapal

Perpanjangan larangan berlayar oleh Administrator Pelabuhan (Adpel) sejak Minggu (18/2) karena badai dan ombak rata rata di atas 3 meter menyulut aksi protes penumpang jurusan Kalianget-Kangean. Pasalnya, bekal mereka habis dan sebagian sampai harus menjadi pengemis.

Karena belum adanya kejelasan kapan KMP Dharma Bahari Sumekar (DBS) I dan DBS II diberangkatkan ke Kepulauan, ratusan calon penumpang dan TKI yang baru diusir dari Malaysia menduduki KMP DBS I dan DBS II, Rabu (20/2). Mereka mendesak PT Sumekar Line, pengelola 2 KMP itu segera mengoperasikan kapalnya dan mengangkut para penumpang yang lebih dari 15 hari terkatung-katung di Pelabuhan Kalianget.

Sebelumnya, mereka mendatangi kantor PT Sumekar Line yang berada di area pelabuhan. Mereka mendesak PT SL segera memberangkatkan KMP DBS I dan II ke Kangean. Alasannya, mereka sudah kehabisan bekal. Sebab, banyak calon penumpang yang sudah 15 hari berada di Pelabuhan Kalianget menunggu kapal berangkat.

Apalagi, para penumpang mendengar bahwa Administrator Pelabuhan (Adpel) Tanjung Perak Surabaya membolehkan Kapal Perintis KM Amukti Palapa berlayar dari Surabaya ke Masalembu.

Apabila mengacu pada keberanian kapal perintis untuk berlayar, penumpang menganggap PT. Sumekar Line sudah bisa mengoperasikan armadanya, karena potensial laut lebih berbahaya trayek Surabaya-Masalembu yang notabene mengarungi laut lepas, sedangkan trayek Kalianget-Kangean dinilai masih mampu untuk diarungi lewat tepi-tepi pulau.

"Saya kira tak masalah Adpel dan PT Sumekar Line memberangkat KMP DBS I dan II, sebab dari Surabaya sudah ada kapal yang berangkat," ujar A Rahman, salah satu penumpang. Meski begitu, dia mengharap penumpang tidak anarkhis atau menjadi kalap karena terkatung katung di pelabuhan.

Sementara Manager Umum dan Kepegawaian PT Sumekar Line, Drs H Muhjidin ketika dihubungi via telpon mengatakan, tetap tidak berani memberangkatkan armadanya ke Kepulauan Kangean. Selain belum mengantongi Surat Ijin Berlayar (SIB) dari Adpel Kalianget, juga mengacu pada larangan berlayar dari Direktorat Jenderal perhubungan Laut dan BMG Maritim Perak Surabaya yang memaparkan bahwa tinggi gelombang di Laut Jawa dan perairan Kangean antara 3 hingga 5 meter. "Terus terang kami tidak akan pernah berangkat jika tidak mengantongi SIB dan melabrak peringatan BMG. Semua pelayaran kami sesuai aturan," ujarnya.

Di tempat terpisah, Kepala Bagian Keselamatan Kapal Adpel Kalianget, Su’an menuturkan, pihaknya akan menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada perusahaan pelayaran dan nahkoda kapal. Apabila keduanya menyatakan berani, dimungkinkan Adpel akan mengeluarkan SIB, dengan catatan risiko ditanggung perusahaan pelayaran itu sendiri. (far)

Sumber: Surabaya Post, Kamis 21/02/2008

Kepulauan Semakin Terisolasi

Akibat cuaca buruk dan tingginya gelombang air laut, yang terjadi sejak beberapa pekan terakhir ini, sejumlah kepulauan di wilayah Kabupaten Sumenep semakin terisolasi. Karena tidak ada kapal yang berani berlabuh di kepulauan, mengingat tingginya gelombang sudah mencapai 5 meter. Setelah menipisinya sembako, kini masyarakat di Kepulauan Sapeken dihantui kegelapan. Pasalnya, pihak PLN setempat sejak awal Februari memberlakukan pembatasan pemakaian listrik, hanya mulai pukul 18.00 WIB sampai pukul 24.00 WIB. Setelah itu, semua aliran listrik dimatikan total.

Kepala Sub PLN Ranting Pulau Sapeken, Rukmono mengatakan, sejak awal Februari pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang melayani 1.000 pelanggan sering padam. "Karena itu, kini kami berlakukan pembatasan pemakaian listrik hanya mulai pukul 18.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB," ujarnya.

Diakui Rukmono, kebijakan tersebut terpaksa ditempuh agar persediaan solar sebagai pembangkit PLTD bisa dimaksimalkan. "Bila nanti persediaan solar sudah normal, maka listrik akan kita hidupkan terus," ujarnya. Menurut Rukmono, pihaknya beberapakali berupaya untuk mendapatkan pengiriman BBM secara normal, namun selalu gagal. Kendati perahunya dipaksakan berangkat mengambil BBM solar ke Sumenep, tetapi butuh waktu lama karena perjalanannya yang membahayakan.

Bahkan satu perahu yang biasa mengangkut BBM, kini terpaksa bersandar di Pulau Kangean karena tak bisa berlayar lagi akibat ombak yang tinggi. "Biasanya setiap dua hari BBM datang. Tapi sekarang bisa empat hari saja belum tentu, karena ombaknya yang bisa mencapai 5 meter," lanjutnya.

Sementara itu, sejumlah masyarakat setempat bergotong royong membantu PLTD agara tetap bisa hidup, dengan cara memberi pinjaman solar jatah untuk kapal.
Sebab selama ombak masih tinggi, nelayan setempat tidak ada yang berani berlayar sehingga jatah solarnya bisa dialihkan ke PLTD. "Saat ini solar bantuan pinjaman warga sudah terkumpul 40 drum. Bantuan itu akan diminta kembali bilamana stok BBM PLTD sudah datang," ujar H Dailami, tokoh masyarakat Pulau Sapeken, Senin (18/2). (st2)

Sumber: Surya, Tuesday, 19 February 2008

Mengaku Terima Wahyu dari Allah

Diduga Kerasukan Jin, MUI Klaim Aliran Sesat

Hisyam, warga Dusun Sumber Nangka, Desa Pakandangan Barat, Kecamatan Bluto, diduga mengajarkan aliran sesat. Dia mengaku tubuhnya dibedah oleh Malaikat dan menerima wahyu dari Allah. Dari mana dia dapat 'wahyu'?

'Wahyu" diterima Hisyam pada 16 Ramadan 1429 lalu. Suara itu kemudian ditulis dalam sebuah kitab bernama kalamullah kalamul akhir zaman. Hisyam juga mengaku mendapatkan perintah dari Allah untuk memerbaiki kehidupan manusia dengan gelar Gajah Putih atau Muhammadun Habi Nurun.

Selama ini, Hisyam mengaku setiap malam bersama 10 orang pengikutnya wiridan. Amalan yang dibaca adalah Barzanji dan surat Al Ikhlas. Selain wiridan, dia menyatakan menerima 'wahyu' khusus dari Allah untuk amalan dirinya sendiri dan tidak boleh diartikan. Uniknya, amalan itu tidak berbahasa Arab dan harus dibaca seperti mendendang sebuah lagu.

Ajaran Hasyim juga memiliki syahadat tersendiri. Kalimatnya lebih panjang dari syahadat yang dinyakini umat Islam. Namun, putra Hasyim, Basori, yang juga pengikut setianya membantah jika ajaran orangtuanya merupakan aliran sesat.

"Bukan aliran sesat Pak. Orang tidak tahu karena beliau (Hasyim, Red) maqom-nya di atas tarekat. Sedangkan saya dan sampeyan kan masih syariat," kata pria yang pernah belajar agama di pondok pesantren selama 11 tahun itu.

Menurut Basori, ajaran yang dibawa orangtuanya itu menguatkan ajaran Islam yang ada saat ini. "Salat lima waktu tetap dijalankan. Malah, kita juga diajarkan untuk berhati-hati dalam setiap prilaku sehari-hari," ujarnya.

Tentang perbedaan syahadat, Basori menerangkan bahwa syahadat yang dinyakininya ada dua, yaitu syahadat ruh dan jasmani. Sedangkan yang dibaca umat muslim selama ini adalah syahadat jasmani.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumenep bersama muspika langsung melakukan klarifikasi ke rumah Hasyim. Dari hasil klarifikasi tersebut, MUI menilai ajaran yang disampaikan Hasyim sesat secara syariat. "Dari pernyataan yang diungkapkan Hasyim, ajarannya sangat menyimpang dari agama," kata Ketua MUI Sumenep KH Syafraji kepada koran ini.

Dicontohkan, pengakuan Hasyim yang menerima wahyu dari Allah dan pernah dibedah oleh Malaikat Jibril. Juga Hasyim yang mengaku sebagai gajah putih yang ikut masuk surga. "Ini ajaran yang menyesatkan. Ajaran itu perlu dibendung oleh kita," tegasnya.

Kemungkinan besar, menurut Syafraji, Hasyim kesurupan jin. Sebab, Hasyim sebelumnya sering bertapa di makam Jokotole. "Yang berbisik adalah jin," katanya.

Karena itu, dia berharap, masyarakat tidak terprovokasi untuk bertindak anarkis. MUI berencana memanggil psikiater untuk mengonsultasikan kejiwaan Hasyim. "Jadi, mereka tidak perlu diamankan. Kita juga akan berupaya memberikan penyadaran melalui anaknya yang pernah mondok di Bata-Bata," katanya. (A. ZAHRIR RIDLO)

Sumber: Jawa Pos, Selasa, 29 Jan 2008

Dikembangkan Kawin Silang Sapi Madura - Limousin

Dinas Pertanian dan Peternakan (Diperta) Kab Bangkalan, kini menggalakkan insminasi buatan atau perkawinan silang antara sapi Madura dengan sapi Limousin. Perkawinan silang itu menghasilkan produksi sapi dengan kualitas lebih bagus dari sapi lokal.
Bobot sapi hasil kawin silang ini lebih besar. Sapi blasteran baru lahir bobotnya 25 kg sedang sapi lokasl 15 kg. Pertumbuhannya juga lebih cepat.

"Sudah lima tahun terakhir ini, Diperta Bangkalan mengembangkan inseminasi buatan (IB) di desa-desa. Peternak sapi yang ingin mengembangkan produksi sapi dengan IB trennya mengalami peningkatkan," kata Kasi Pengembangan Peternakan dan Teknis Reproduksi, drh Imam Mukhtar, mendampingi Kepala Diperta Bangkalan Drs H Setijabudi NK MM, Kamis (24/1).

Imam menjelaskan, model kawin silang ini, antara sapi jantan Limousin yang diambil spermanya dengan sapi betina lokal Madura. "Yang melakukan perkawinan silang sapi ini petugas khusus Satuan Pelayanan Inseminasi Buatan (SPIB) yang ditempatkan di masing–masing kecamatan," ujarnya.

Petugas SPIB ini berjumlah 19 orang tersebar di 14 kecamatan di Kab Bangkalan, kecuali di Kokop, Modung, Tanjung Bumi, dan Konang. Masing-masing kecamatan ada 1 petugas SPIB, ada pula yang 2 orang yakni di Galis, Geger, dan Tragah. "Ini bergantung dengan luas wilayah dan populasi ternak sapi di suatu wilayah," terangnya.

Petugas SPIB dilengkapi alat Inseminator Kit (alat-alat IB), kontainer lapangan (tempat untuk menyimpan semen/sperma limousin beku). Masing – masing kontainer ini berisi semen 8 – 10 liter. Ini bisa digunakan untuk melakukan kawin suntik IB pada 100 – 200 ekor sapi betina.

”Teknisnya bila ada masyarakat yang berminat, petugas ini datang ke rumah peternak. Setiap melakukan IB, dikenakan biaya Rp 20.000 - Rp 25.000, sedang di Jawa sampai Rp 75.000 sekali suntik,” ujar Imam.

Pada tahun 2007 Pemkab Bangkalan melali Diperta menganggarkan Rp 300 juta untuk IB. Hasilnya perkawinan silang antara sapi pejantan tangguh dengan sapi betina lokal mencapai 6.000 ekor.

”Dari jumlah itu sudah 2.800 ekor sapi yang telah melahirkan sapi silang. Umur sapi melahirkan sekitar 9 bulan, berarti dalam waktu dekat masih ada lagi sapi itu yang lahir,” ungkapnya.

Dikatakan, harga sapi blasteran ini lebih mahal dibanding sapi lokal. Sapi blasteran satu tahun minimal harganya Rp 2,5 juta. Bila usia 2 tahun harganya bisa mencapai Rp 10 juta sampai Rp 12 juta, sedang sapi lokal 50 persennya.

”Kalau kita hitung kasar dalam setahun harga sapi minimal Rp 2,5 juta kalikan dengan 2.800 ekor yang lahir dari perkawinan silang, berkisar Rp 6 miliar. Padahal anggaran yang digunakan hanya Rp 300 juta untuk program ini,” katanya.

Keberhasilan pengembangan kawin silang sapi limousin dengan sapi lokal Madura produk Bangkalan rupanya bisa diandalkan. Terbukti pada lomba Exspo Peternakan dan Kesehatan Hewan se-Jatim tahun 2007, menjadi juara II Kereman Sapi Madura hasil IB. (kas)

Sumber: Surabaya Post, Kamis 24/01/2008

Pemerintah Kabupaten SubsidiKapal Dharma Bahari Sumekar

Komisi C DPRD Sumenep setelah melakukan tatap muka dengan Dinas Perhubungan (Dishub) dan PT Sumekar Line, Jumat (25/1), menetapkan dan merekomandasi pemberian subsidi sebesar Rp 26.350.000 kepada Kapal Dharma Bahari Sumekar (DBS) yang akan melayani trayek Kalianget-Masalembu.

Sebelumnya sejak kontrak KMP Amukti Palapa berakhir pada 25 Desember 2007 dalam melayani rute Sumenep- Masalembu, membuat warga kepulauan itu kebingungan. Transportasi laut satu-satunya itu, tidak hanya mengisolasi warga kepulauan, namun juga menghambat distribusi kebutuhan bahan pokok yang mengakibatnya harga membumbung tinggi.

Komisi C DPRD Sumenep, Drs Mohammad Hanafi mengatakan, penetapan subsidi bagi DBS itu berdasarkan hasil pemikiran dan pengajuan dari kedua belah pihak, baik Dinas Perhubungan maupun PT Sumekar Line Sumenep. Penetapan subsidi itu diberikan kepada kapal milik Pemkab tersebut, untuk dua kali rute Sumenep-Masalembu dan untuk Masalembu-Sumenep.

Sebab mempertimbangkan kian sulitnya sembako di pulau itu, sehingga harga sembako di sana tak terkendali. Langkah ini dalam rangka menutupi angkutan laut yang ditinggalkan KMP Amukti Palapa, yang habis masa kontraknya dengan Dephub. ”Langkah ini harus kita tempuh, sebab terlalu lama jika harus menunggu kontrak baru,” ujarnya.

Ia menambahkan, pemberian subsidi tersebut bukan hanya untuk rute Sumenep-Masalembu, namun untuk rute Sumenep-Sapeken juga mendapat subsidi Rp 6,5 juta berupa subsidi BBM. (far)

Sumber: Surabaya Post, Minggu 26/01/2008

Penyeberangan Cepat Madura – Probolinggo

Pelayanan pelayaran penyeberangan cepat Madura- Probolinggo melalui jalur laut akan mulai beroperasi secara resmi mulai 17 Februari 2008 mendatang. Untuk rute Pamekasan (pelabuhan Branta)-Probolinggo (pelabuhan Tanjung Tembaga) jadwal kedatangan dan keberangkatan kapal tiap hari Senin, Rabu dan Sabtu. Sedangkan untuk rute Sumenep (pelabuhan Kalianget)-Probolinggo tiap Minggu, Selasa dan Kamis.

Kepala Pelabuhan V Beranta Pamekasan, Anang Santoso SH mengatakan, kapal cepat yang akan melayani pelayaran penyeberangan Madura-Probolinggo itu adalah kapal milik PT Barelang Surya Gemilang, yang menyediakan dua kapal, yakni kapal Surya Gemilang 1 dan kapal Kenangan Fitri. “Jadwal kedatangan dan keberangkatan sama antara Sumenep dan Pamekasan. Datang pukul 08.30 berangkat pukul 13.30,” katanya, selasa (5/2). Anang menambahkan bahwa penyebrangan Madura-Probolinggo akan ditempuh selama 2 jam.

Harga tiket untuk rute Pamekasan-Probolinggo beda dengan rute Sumenep-Probolinggo. Pamekasan-Probolinggo, dewasa Rp 65 ribu, anak anak usia 10-12 tahun Rp 30 ribu dan anak usia dibawah 10 tahun Rp 10 ribu. Sedangkan Sumenep-Probolinggo dewasa Rp 85 ribu, anak 10-12 tahun Rp 35 ribu dan anak usia 10 tahun ke bawah Rp 10 ribu.

Untuk informasi pelayanan pelayaran cepat ini, baik yang berkaitan jadwal keberangkatan, harga tiket dan pembeliannya khusus di Pamekasan, pihak PT Barelang Surya Gemilang menyerahkan kepada Telecenter Global, pelayanan jasa internit dan telekomunikasi milik Dinas Infokom Pamekasan, yang kebetulan kantornya berdekatan dengan pelabuhan Branta Pesisir Tlanakan Pamekasan.

Pelayanan penyebrangan Madura-Probolinggo ini sebelumnya sudah didahului oleh pelayaran perdana atau pelayaran persahabatan yang dilakukan oleh Walikota Probolinggo bersama rombongan yang merapat di pelabuhan Branta Pesisir Tlanakan. Saat itu Walikota Probolinggo melakukan kunjungan persahabatan kepada Bupati Pamekasan Drs Achmad Syafii.

M Suni seorang warga Desa Branta mengatakan bahwa tarif penyebrangan yang dipatok oleh perusahan masih terlalu mahal bagi ukuran warga menengah ke bawah. Menurut dia, jika menggunakan jalur darat menuju Probolinggo hanya membutuhkan dana sekitar Rp 45 ribu. “Kapal ini memang lebih cepat, namun bagi kami selisih Rp 20 ribu itu besar,” katanya saat ditemui Surabaya Post saat mancing di ujung jalan pelabuhan Branta.(mas)

Sumber: Surabaya Post, Rabu 06/02/2008