Terbang ke Madura Tak Sekadar Mimpi

Sumenep, Surya - Setelah Jember dan Banyuwangi, ada lagi lapter perintis yang tengah dirancang di Jatim, yakni Lapter Trunojoyo dan Lapter Pagerungan di Sumenep. Rencananya, kedua lapter terakhir sudah bisa beroperasi tahun 2007. Bagaimana nasib dua lapter ini, berikut laporannya.


Sama dengan warga Jember dan Banyuwangi, warga Madura juga bermimpi memiliki sarana tranportasi alternatif yang lebih cepat dan murah. Mimpi ini memang tengah direalisasi, dengan merancang Lapangan Terbang (Lapter) Trunojoyo dan Lapter Pagerungan Besar di Sumenep.


Awal tahun 2007 ini, sejumlah maskapai dikabarkan mulai melirik dua lapter perintis di Madura ini. Mereka antara lain Pelita Air, Merpati, Riau Airland, dan Susi Airland.


Para calon investor tertarik terhadap kedua lapter ini karena Madura memiliki sedikitnya 22 kontraktor production sharing (KPS) di bidang minyak dan gas.
Para kontraktor dan karyawannya yang berada di pulau-pulau kecil sekitar Madura merupakan pasar perusahaan penerbangan.


Lapter Trunojoyo dirancang berada di Desa Marengan, Kecamatan Kalianget. Desa ini berbatasan dengan Desa Pabian, Kecamatan Kota Sumenep. Saat ini, di Marengan sudah ada landasan pesawat yang kerap dipakai mendarat pesawat-pesawat jenis helikopter maupun pesawat kecil lainnya. Landasan itu dibangun sekitar tahun 1974-an.
Kunjungan-kunjungan pejabat negara yang menggunakan pesawat terbang, bahkan kerap menggunakan lahan di Marengan ini sebagai landasan landing maupun take off pesawat.
Begitu pula di Desa Pagerungan, Kecamatan Sapeken, Sumenep. Di Pulau Pagerungan ini sudah ada landasan udara milik PT Energi Mega Persada (EMP) Kangean Limited. Selama ini, landasan di base camp PT EMP telah digunakan sendiri oleh karyawan perusahaan.


"Saat ini mobilisasi para pekerja, terutama kalangan ekspatriat, di KPS-KPS itu menggunakan pesawat sewaan. Tentu saja, cost mereka jauh lebih besar dibanding jika di Madura sini sudah ada penerbangan umum," ujar Kadis Perhubungan Sumenep Drs H Achmad Aminullah, Jumat (2/2).


Oleh karena itu, keberadaan lapangan terbang yang memenuhi syarat untuk jalur penerbangan udara sangat dibutuhkan, kendati besarnya tidak harus sama dengan bandara internasional. "Melihat masih terbatasnya pasar dan kondisi lapter yang tengah dibangun, maka mungkin hanya pesawat jenis tertentu yang dapat mendarat," papar Aminullah. Jenis pesawat yang mungkin cocok untuk dua lapter di Madura ini adalah Twin Otter, Casa 212, atau pesawat ringan Britten-Norman, yang berkapasitas tidak lebih dari 20 penumpang.


Pemkab Sumenep, lanjut Aminullah, telah menangkap dengan baik peluang membangun dua lapter perintis itu. Berbagai upaya pembenahan untuk menjadikan Lapter Trunojoyo layak dilalui jalur penerbangan udara telah dilakukan, antara lain dengan menganggarkan dana APBD 2006 sebesar sekitar Rp 2,8 miliar.


Tak hanya itu. Demi terwujudnya impian memiliki lapter perintis, pemkab juga sudah menjalin kerja sama dengan TNI-AL dan LKPM Unibraw Malang. Itu sebabnya, sejak akhir 2006 berbagai sarana vital lapter telah dikerjakan, meski hingga kini belum rampung sepenuhnya.


Beberapa item bangunan yang sedang dalam proses pembenahan adalah runway (landasan pacu) dan tempat parkir. Selain itu, tahun 2007 juga akan dibangun tower dan diadakan alat-alat navigasi serta komunikasi udara.


"Sesuai maket, kami masih akan membangun landasan baru yang lokasinya di samping runway Lapter Trunojoyo saat ini. Sedangkan landasan lama akan dijadikan take way (landasan pacu lambat)," terang Aminullah.


Dihentikan


Pembangunan runway Lapter Trunojoyo yang dimulai sejak Oktober 2006 sempat terhenti sejenak. Ini terkait temuan yang menyatakan pengerjaan bangunan tidak sesuai dengan bestek. Menurut Aminullah, pembangunan dihentikan setelah pihak Dishub Sumenep menerima laporan dari konsultan pengawas bahwa ada sebagian pekerjaan yang tidak sesuai dengan rencana. Ini terkait kualitas hotmix landasan.


Mendapat laporan itu, pihak Dishub bersama konsultan pengawas dan Dinas Teknis PU Binamarga Sumenep mendatangi lokasi proyek. Lewat surat tertanggal 12 Januari 2007 yang ditujukan kepada PT Sumber Muda Jaya, Dishub menghentikan pengerjaan proyek sambil menunggu hasil tes laboratorium.


"Jika dalam uji laboratorium terbukti bahwa hotmix tidak sesuai bestek, maka kami akan meminta PT Sumber Muda Jaya untuk memperbaikinya," tandas Aminullah.
Direktur PT Sumber Muda Jaya Abdul Rozaq saat ditemui dalam sidak mengaku siap memperbaikinya, jika proyek tidak sesuai bestek. Pembangunan ranway Lapter Trunojoyo sepanjang 850 meter menelan anggaran Rp 1,6 miliar.


Cocok untuk Bisnis


Anggota Panggar DPRD Sumenep Malik Effendi SH menyambut baik terobosan Pemprov Jatim -- yang didukung Pemkab Sumenep -- untuk mengoperasikan Lapter Trunojoyo.
"Lapter ini diprediksi bisa membantu meringankan biaya transportasi, karena biaya yang dikeluarkan untuk transporasi darat justru lebih mahal," ujar Malik, Jumat (2/3).


Perjalanan udara, katanya, juga lebih hemat waktu. Para pebisnis akan lebih mudah dan cepat bertransaksi. "Intinya, mereka pasti memilih jalur ini, karena lebih menguntungkan," tambahnya. Lebih dari itu, keberadaan Lapter Trunojoyo, juga akan membuka peluang pengembangan obyek-obyek wisata di Madura, terutama pasca pembangunan jembatan Suramadu.


Cita-cita membangun Sumenep sebagai kota wisata akan semakin gampang terwujud, jika di Madura ada lapter. "Link wisata dengan obyek-obyek wisata lain di Jatim akan lebih mudah dijalin jika ada lapter," paparnya. Hanya saja, tambah Malik, Sumenep perlu betul-betul mempersiapkan sarana dan prasarana bagi beroperasinya Lapter Trunojoyo.


Penyelesaiannya Bakal Molor


Kendati pemprov menargetkan tahun 2007 ini lapter di Madura, terutama Lapter Trunojoyo, bisa rampung, namun dalam praktik dipastikan molor. "Hingga kini keberadaan sarana dan prasarana kelengkapan lapter masih belum ada. Bahkan, penggarapan runway masih baru mulai," ungkap Ketua Komisi C DPRD Sumenep Drs Achmad Hanafi, Jumat (2/3).


Menurut Hanafi, kendati runway atau landasan pacu bisa dimungkinkan dapat diselesaikan tahun 2007, tetapi sejumlah peralatan penunjang untuk sebuah lapter sederhana pun masih belum ada. Karenanya, sangat kecil kemungkinan Lapter Trunojoyo bisa dioperasikan sesuai rencana. "Mestinya, sarana penunjang seperti alat komunikasi dan menara pengawas, sudah ada. Kalau sekarang yang ada hanya runway ya nggak mungkin-lah," ungkap Hanafi.


Lapter Trunojoyo, lanjutnya, mungkin baru bisa dioperasionalkan tahun 2008. Tetapi, itu pun masih perkiraan. Sebab, jika pengerjaan proyeknya belum juga selesai taun 2007, maka mungkin bisa molor lagi hingga tahun berikut. Apalagi, rencana bantuan dana pembangunan Lapter Trunojoyo dari pemprov sebesar Rp 600 juta hingga kini belum ada kepastiannya kapan cair. "Khusus masalah hotmix runway yang sempat dihentikan karena tidak tidak sesuai bestek, sekarang sudah tidak ada masalah lagi, sudah jalan," tuturnya.


Sebelum dioperasikan, kata Hanafi, lapter akan disurvei Dirjen Perhubungan untuk menentukan layak-tidaknya beroperasi, terutama menyangkut keselamatan penumpang dan maskapai penerbangan yang akan beroperasi. "Kalau maskapainya, itu sangat mudah, bahkan sudah banyak yang antre," tuturnya. Hanafi berharap, pihak Pemprov Jatim maupun Pemkab Sumenep serius menyelesaikan proyek itu. (st2)


Sumber: Surya, Monday, 05 March 2007