Haji Pulau Talango Terlantar

Meski jaraknya hanya beberapa mil dari Pelabuhan Kalianget, Kab Sumenep. Jamaah haji asal Kepulauan Talango tidak mau pulang. Pasalnya ombak besar dan badai yang berhembus di sekitar selat itu, membuat mereka ketakutan. Menurut Ahmad Yani, keluarga haji asal Desa Kombang, Kec. Talango, ketakutan yang dirasa keluarganya, karena beberapa perahu yang melayani angkutan di selat kecil itu ketakutan membawa keluarga jamaah. Ombak di lau antara Kalianget-Talango mencapai tinggi 3 meter.

Disamping itu ada satu perahu Rabu (26/12) siang tenggelam, setelah bocor terhempas gelombang perahu menghantam batu karang di tepi selat Talango-Kalianget. "Badai kali ini baru terjadi sepanjang 20 tahun, sehingga mahu menyeberang berpikir sepuluh kali," ujar guru ngaji asal Talango itu.

Akibat ketakutan menyeberang, sejumlah jamaah haji asal Talango terpaksa menginap di sekitar Pelabuhan Kalianget. Ia berharap badai dan ombak segera berakhir. Sebab jika gelombang tinggi berlangsung lama, maka kepulangan mereka akan tertunda lagi. Buntutnya biaya hidup di Sumenep membengkak. "Seharusnya Pemkab tanggap dengan persoalan ini, misal memberi bantuan bagi keluarga haji yang kini keleran di kota Sumenep dan sekitar pelabuhan Kalianget," ujarnya.

Sementara itu di pusat kota Sumenep, juga terlihat sejumlah keluarga haji terpaksa tidur di depan Masjid Agung, Masjid Al Marwah, Masjid Fatimah Kebunan karena tidak bisa pulang. Hal itu lantaran KMP Amukti Palapa, KMP Padi, dan KMP Dharma Bhakti Sumekar, terjebak di pulau Masalembu, Kangean, dan Pulau Saobi. Padahal kapal mereka mengandalkan kapal itu sebagia transpotasi pulang ke rumahnya.

Menurut Muhni, usai menunaikan ibadah haji asal Masalembu, ia dan keluarganya yang menjemput terpaksa istirahat sementara di masjid. Karena untuk menginap di hotel bersama kelaurganya tak punya biaya. "Kami tak punya anggaran nginap di hotel, terpaksa memilih di masjid saja," ujarnya.

Hal yang sama juga dialami Samsudin, jamaah haji asal Saobi. Meski perjlanan pulang dari tanah suci sampai ke tanah air terbilang lancar. Namun sesampainya di Sumenep ia tak bisa langusng pulang ke rumah. Ia terpaksa memilih tidur di Masjid Fatimah dengan pertimbangan untuk menghemat dana. Sebab dana yang ada saat ini untuk persiapan acara syukuran di kampung halamannya sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT. "Untung ada kebaikan pengurus takmir masjid, sehingga kami diperkenankan menginap di masjid ini. Tapi jika ada warga yang mau menampung kami, maka kami sangat senang," ujarnya.

Untuk makan minum selama di masjid menunggu pulang kampung bersamaan dengan meredanya cuaca di laut, lanjut dia, terpaksa ia bersama keluarganya membeli di warung terdekat. Ia sangat berharap Pemkab mau membantu haji asal kepulauan dengan diperkenakan menggunakan fasilitas yang dimiki Pemkab. Sebab kemungkinan kedatangan haji asal kepulauan lainnya yang tergabung dalam kloter 2 dan 3, akan menambah persoalan baru bagi haji asal kepulauan.

Sementara itu Kepala Dinas Kesejahtraan Sosial Sumenep, H Syaiful Anwar, Kamis (27/12) pagi, sulit dihubungi lewat HP-nya. Namun sekretaris Dinas Kesos, Drs Achmad Baidawi, terkejut dengan informasi yang diterimanya. ”Ya nanti kami akan koordinasi dengan Pak Kadis, Insya Allah pagi ini (Kamis, 27/12) kami akan melaporkan ke bupati,” ujarnya.

Menurut mantan Direktur Umum PDAM Sumenep itu, jika ada jamaaah haji asal kepulauan yang baru pulang dari tanah suci kemudian terlantar di Kota Sumenep, bupati pasti memerintahkan untuk memberi bantuan kepada mereka, meski hanya untuk makan minum mereka selama di Kota Sumenep.

Kepala Dinas Perhubungan Sumenep, Drs R Ach. Aminullah M.Si, hingga kini belum bisa memastikan kapan tiga KMP yang melayani rute kepulauan, bisa beroperasi mengangkut kepulangan jamaah haji. Sementara ombak laut masih tinggi mencapai 3 - 6 meter. "Saya tidak bisa memaksa mereka, karena mereka juga takut. Dan saya tidak tahu pasti sampai kapan badai ini reda. Jadi mohon ada pengertian semua pihak untuk bersabar," pungkasnya. (far)

Sumber: Surabaya Post, Kamis 27/12/2007