Kejati Diminta Tak Tahan Pejabat Pemerintah Kabupaten

Sumenep, Surabaya Post - Penetapan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim terhadap Direktur Bank Perkreditan Rakyat Bhakti Sumekar (BPRS) Suemnep, Drs Ec H Abdus Sukkur dan Komisaris BPRS, Drs H Mohammad Toha, dinilai oleh pengacara kedua tersangka ngawur.

Pengacara teresangka, Syaiful Ma’arif SH CN, yang dihubungi lewat HP-nya mengungkapkan, Kejati dalam menetapkan kedua kliennya sebagai tersangka, kurang hati-hati dan terkesan dipaksakan. Sebab dalam kasus BPRS, sama sekali tak ada unsur kerugian negara.

Apalagi dalam kasus BPRS, yang merupakan lembaga keuangan perseroan yang dimiliki Pemkab Sumenep, tidak ada sangkut pautnya dengan keuangan negara. Sebab BPRS, merupakan lembaga perbankan yang tidak ada kaitannya dengan aktivitas dana milik Pemkab.

Disamping itu bentuk pengelolaan keuangan BPRS, sudah diatur dalam perundang-undangan dan ketentuan BI. "Kejati saya pikir cara kerjanya ngawur dan emosional dalam menangani kasus ini. Saya tidak tahu, mereka maunya apa," ujar Syaiful Ma’arif, Sabtu (4/8) siang.

Pria kelahiran Pamekasan itu, mencontohkan cara kerja Kejati yang dimaksudnya emosional dan ngawur. Terbukti dari beberapa kasus yang diangkat Kejati Jatim di PN Surabaya, rontok dalam persidangan, karena tak mampu menyodorkan bukti yang akurat.

Syaiful juga menilai, Kejati Jatim gampang melakukan penahanan terhadap tersangka, begitu kasus itu masuk penyelidikan. Padahal Kejati harus menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, sebab dalam penyidikan, tidak harus dilakukan penahan. Karena soal penahanan bisa dilakukan kapan saja, jika ada keputusan yang tetap dari pengadilan.

Sementara itu, Bupati Sumenep, KH Ramdlan Siraj, SE, MM, berharap agar tidak ada penahanan terhadap pejabat yang kini jadi tersangka. Sebab menurut Bupati Ramdlan, selama ini pejabat Sumenep, cukup kooperatif selama menjalankan proses pemeriksaan. "Saya berharap pemeriksa Kejati arif dan bijaksana, sehingga tak perlu ada penahanan “ ujar Bupati Ramdlan.

Akibat penetapan tersangka terhadap Abdus Sukkur, Moh Toha (BPRS), H Masuni (Ka BPKKD), dan Fadilah ( Ka ESDM), suasana dilingkungan Pemkab Sumenep, terasa mencekam.

Kegiatan di Kantor Pemkab, nyaris lumpuh. Bahkan pengumuman lelang serentak yang dicanakan 3 Agustus 2007, nyaris dibatalkan, karena staf BPKKD tak mahu memproses kegiatan tender, dengan alasan masih shock.

Proyek Kelistrikan

Sementara itu, Kepala ESDM (Energi Sumber Daya Mineral) Sumenep, M Fadhilah, ditetapkan sebagai tersangka proyek kelistrikan di daerah terpencil dan kepulauan, yang merugikan negara Rp 2,6 miliar.

Hal itu dikatakan Aspidsus Kajati Jatim, Hartadi SH MH, didampingi koordinatior tim penyidik, Samsul Arifin SH, Jumat (3/8). Menurut penyidik, tersangka dianggap sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas dugaan penyimpangan proyek pembangunan instalasi kelistrikan (PLN) yang menggunakan dana APBD 2006 Pemprop Jatim dan APBD Sumenep, untuk kepulauan Masalembu, Kamayan, dan Raas dengan tiga desa yakni, Saddara, Tambak Agung, dan Kabbea.

Penetapan Kepala ESDM sebagai tersangka, sesuai perintah Kajati Jatim, Dr Marwan Effendy SH MH. Penyimpangan kasus itu berupa, adanya ketidak beresan proses pembangunan. Selain itu, target yang telah ditentukan tidak ditepati seperti, proyek pembangunan instalasi PLN tesebut harus selesai dalam tiga bulan, tapi kenyataanya sampai sekarang belum juga menyala. "Target proyek ini mulai September-Desember 2006, tapi faktanya belum juga menyala, ini jelas menyalahi aturan," ucap Arifin.

Samsul Arifin mengatakan, untuk mencari adanya penyimpangan, penyidik telah memeriksa enam pejabat Pemkab Sumenep maupun Pemprop Jatim. Diantaranya, Kepala Bagian Keuangan Pemkab Sumenep Ahmad Masuni, Kepala ESDM Pemprop Jatim Made Sutaria, dan Kepala PLN Area Pelayanan Jaringan (APJ) Pamekasan-Sumenep. (far,bon)

Sumber: Surabaya Post, Sabtu, 04/08/2007